Kesalahan dalam Thaharah (Step.2)

Bagian 2

Beberapa kesalahan lainnya seputar thaharah yang banyak terjadi di tengah-tengah kaum muslimin adalah:

Was-was ketika wudhu dan menambah basuhan sampai lebih dari tiga kali
Hal ini termasuk was-was dari setan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah menambah jumlah basuhan lebih dari tiga kali, sebagaimana yang terdapat hadits yang diriwayatkan dari Khumran budak ‘Utsman (HR. Bukhari no. 160, 164 dan Muslim no. 226).

Oleh karena itu, menjadi kewajiban atas setiap muslim untuk membuang perasaan was-was dan membuang keraguan-raguan yang muncul setelah melaksanakan wudhu, dan tidak menambah lebih dari tiga kali basuhan. Hal ini dalam rangka menolak was-was yang muncul dan berasal dari setan.


Berlebih-lebihan dalam menggunakan air
Ini juga termasuk perkara yang terlarang, berdasarkan makna umum dari firman Allah Ta’ala,

وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ

“Janganlah kalian berlebih-lebihan. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.” (QS. Al-An’am [6]: 141)

Juga berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhu,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ بِسَعْدٍ، وَهُوَ يَتَوَضَّأُ، فَقَالَ: مَا هَذَا السَّرَفُ فَقَالَ: أَفِي الْوُضُوءِ إِسْرَافٌ، قَالَ: نَعَمْ، وَإِنْ كُنْتَ عَلَى نَهَرٍ جَارٍ

“Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpapasan dengan Sa’ad yang sedang berwudhu. Rasulullah berkata, “Ini berlebih-lebihan.” Sa’ad bertanya, “Apakah di dalam wudhu juga ada israf (berlebih-lebihan)?” Rasulullah menjawab, “Betul, meskipun Engkau berwudhu di sungai yang mengalir.” (HR. Ibnu Majah no. 425, namun dinilai dha’if oleh Al-Albani)

Wudhu yang dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah dengan menghemat penggunaan air. Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan,

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَوَضَّأُ بِالْمُدِّ، وَيَغْتَسِلُ بِالصَّاعِ، إِلَى خَمْسَةِ أَمْدَادٍ

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu dengan satu mud (air) dan mandi dengan satu sha’ sampai lima mud (air).” (HR. Bukhari no. 198 dan Muslim no. 325)

Satu sha’ sama dengan empat mud. Satu mud kurang lebih setengah liter, atau kurang lebih (seukuran) memenuhi dua telapak tangan orang dewasa.

Berdzikir ketika di kamar mandi atau masuk ke kamar mandi dengan membawa sesuatu yang di dalamnya terdapat dzikrullah
Perbuatan semacam ini hukumnya makruh, dan selayaknya bagi setiap muslim untuk menjauhinya. Diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata,

أَنَّ رَجُلًا مَرَّ وَرَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَبُولُ، فَسَلَّمَ، فَلَمْ يَرُدَّ عَلَيْهِ

“Sesungguhnya ada seorang laki-laki yang berpapasan dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau sedang buang air kecil. Orang itu mengucapkan salam kepada Nabi, namun Nabi tidak membalasnya.” (HR. Muslim no. 370)

Hal ini karena menjawab salam termasuk bagian dari dzikir.

Mengusap tengkuk
Ini juga termasuk kesalahan, bahkan para ulama menilai termasuk dalam perbuatan bid’ah. Karena tidak terdapat contoh sama sekali dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hadits-hadits yang berbicara tentang mengusap tengkuk adalah hadits palsu dan mungkar. Sebagian ulama memang menganjurkan mengusap tengkuk. Akan tetapi, hal ini disebabkan karena mereka tidak mengetahui jika haditsnya tidak shahih. Oleh karena itu, tidak disyariatkan mengusap tengkuk. Wajib bagi kita untuk perhatian dalam masalah ini, untuk menjaga syariat ini dari penambahan (bid’ah).


Mengusap bagian bawah dari sepatu atau kaos kaki
Kesalahan ini hanyalah bersumber dari kebodohan. Yang dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau berwudhu dan tidak mencopot sepatu (khuff)-nya adalah mengsuap bagian atas sepatu. Meskipun menurut logika kita sebagai manusia, harusnya bagian bawah sepatu yang diusap karena itulah bagian yang kotor karena menyentuh tanah. Akan tetapi, agama ini dibangun di atas petunjuk dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, bukan dibangun di atas logika manusia biasa.


لَوْ كَانَ الدِّينُ بِالرَّأْيِ لَكَانَ أَسْفَلُ الْخُفِّ أَوْلَى بِالْمَسْحِ مِنْ أَعْلَاهُ، وَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَمْسَحُ عَلَى ظَاهِرِ خُفَّيْهِ

“Jika agama ini berdasarkan logika, maka sisi bawah sepatu itu lebih layak untuk diusap daripada sisi atasnya. Dan sungguh aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusap bagian atas sepatunya.” (HR. Abu Dawud no. 162, Al-Baihaqi 1: 292, Ad-Daruquthni 1: 75, dan lain-lain, shahih)


Melakukan istinja’ setelah (maaf) buang angin
Kesalahan ini tersebar di kalangan masyarakat awam di negeri-negeri Arab. Buang angin bukanlah sebab yang mewajibkan istinja’. Istinja’ itu dilakukan setelah buang air kecil atau buang air besar, yaitu dengan membersihkan tempat keluarnya najis tersebut. Tidak ada dalam syariat ini yang memerintahkan untuk istinja’ sebelum berwudhu setelah buang angin. Yang benar, buang angin termasuk hadats kecil, yang mewajibkan wudhu jika seseorang hendak mendirikan shalat. Ini adalah di antara kemudahan dalam syariat.


" Demikian Tulisan yang di sampaikan, semoga bermanfaat dan menjadi kebikan untuk kita semua Insya Allah..mohon maaf bila ada kesalahan yang disengaja atau tidak disengaja segala sesuatu keindahan dan kebenaran pastilah datang dari Allah dan Rasul-Nya (al-Qur'an dan Sahih Hadist).. sekian dan terimakasih "



Baca selengkapnya https://muslim.or.id/43882-beberapa-kesalahan-seputar-thaharah-bag-2.html


No comments