Hukum Thaharah dan Penjelasannya

Hukum Thaharah



Thaharah secara hukum Wajib berdasarkan Al-Kitab dan As-Sunnah. Allah Subhanahu Wata’ala Berfirman,

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al-Maidah: 6).

“Dan, pakaianmu bersihkanlah” (QS. Al-Muddatsir: 4).

“Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: “Haidh itu adalah suatu kotoran”. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (QS. Al-Baqarah: 222).

Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam Bersabda,
“Dari Ali radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, “Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kunci shalat itu adalah bersuci, dan yang mengharamkannya (semua perbuatan yang boleh di luar shalat) adalah takbir (takbiratul ihram), sedangkan yang menghalalkannya (kembali) adalah salam. ” (HR. Abu Dawud No. 61).

“Sa’id bin Manshur, Qutaibah bin Sa’id, dan Abu Kamil Al-Jahdari telah menceritakan kepada kami – lafazh ini milik Sa’id -, mereka berkata: Abu ‘Awanah telah menceritakan kepada kami, dari Simak bin Harb, dari Mush’ab bin Sa’d, beliau berkata: ‘Abdullah bin ‘Umar masuk menjenguk Ibnu ‘Amir yang sedang sakit. Ibnu ‘Amir berkata: Tidakkah engkau berdo’a kepada Allah untukku, wahai Ibnu ‘Umar? Ibnu ‘Umar berkata: Sungguh aku telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Shalat tidak diterima tanpa bersuci. Dan shadaqah tidak diterima dari ghulul (pengkhianatan).” Engkau waktu itu ada di Bashrah.” (HR. Muslim No. 224)

“Ishaq bin Manshur telah menceritakan kepada kami: Habban bin Hilal menceritakan kepada kami: Aban menceritakan kepada kami: Yahya menceritakan kepada kami: Bahwa Zaid menceritakan kepadanya: Bahwa Abu Sallam menceritakan kepadanya, dari Abu Malik Al-Asy’ari. Beliau berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bersuci itu separuh keimanan, alhamdulillah memenuhi timbangan, subhanallah dan alhamdulillah memenuhi antara langit-langit dan bumi, shalat adalah cahaya, sedekah adalah bukti, sabar adalah sinar, dan Al-Qur`an adalah hujjah bagimu atau hujatan atasmu. Setiap manusia keluar di pagi hari, maka ada yang menjual dirinya lalu membebaskannya atau membinasakannya.” (HR. Muslim No. 223)

2. Penjelasan Thaharah
Thaharah terbagi menjadi 2 macam: Bathiniyah dan Lahiriyah

Thaharah bathiniyah adalah menyucikan jiwa dari dampak-dampak dosa dan maksiat dengan taubat yang sungguh-sungguh dari setiap dosa dan maksiat, juga menyucikan hati dari noda-noda syirik, ragu, dengki, curang, sombong, bangga diri, riya’, dan sum’ah, yaitu dengan keikhlasan, keyakinan, mencintai kebaikan, kelembutan, kejujuran, rendah hati dan mengharapkan Wajah Allah Subhanahu Wata’ala dengan segala niat dan amal shalih.

Thaharah Lahiriyah adalah bersuci dari kotoran dan hadats, bersuci dari kotoran adalah menghilangkan berbagai najis dengan air suci dari pakaian dan badan orang yang shalat, serta tempat shalatnya. Bersuci dari hadats adalah dengan cara: Berwudhu, Mandi dan Tayamum.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda,

“Allah tidak menerima shalat seseorang di antara kalian jika berhadas hingga ia berwudhu.” (HR. Bukhori No.134)

No comments