TIDAK ADA KEBAHAGIAAN, KELEZATAN, KENIKMATAN DAN KEBAIKAN HATI MELAINKAN JIKA ALLAH SEBAGAI TUHANNYA, PENCIPTANYA YANG MAHAESA, SEMBAHANNYA, PUNCAK TUJUANNYA DAN YANG PALING DICINTAINYA DARIPADA YANG LAIN



Semua mengetahui bahwa setiap yang hidup -selain Allah Subhanahu wa Ta'ala, baik malaikat, manusia, jin atau hewan sangat menghajatkan untuk mendapatkan apa yang bermanfaatbaginya serta menolak apa yang membahayakan dirinya. Dan itu tidak akan bisa dicapai secara sempurna kecuali dengan memiliki gambaran yang jelas tentang apa yang bermanfaat dan apa yangmembahayakan tersebut. Manfaat adalah suatu jenis kenikmatan dan kelezatan, sedang bahaya adalah suatu jenis dari kesakitan dan siksa.

Dan untuk itu perlu adanya dua hal:
Pertama: Mengetahui apa yang dicintai dan dicari, sehingga dengan mengetahuinya, ia bisa dimanfaatkan dan dinikmati.
Kedua: Mengetahui sarana pencapaian untuk mendapatkan maksud tersebut.

Di samping hal di atas, masih ada dua perkara lain yang perlu diketahui:
Pertama: Sesuatu yang dibenci dan membahayakan.
Kedua: Sarana dan yang mendorong ke arah tersebut.
Inilah empat hal:
1.  Sesuatu yang dicintai dan diinginkan keberadaannya.
2.  Sesuatu yang dibenci dan diharapkan ketiadaannya.
3.  Sarana mendapatkan yang dicintai.
4.  Sarana menolak dari yang dibenci.

Empat hal ini sangat penting bagi setiap hamba, bahkan penting pula untuk binatang. Karenanya, keberadaan dan kebaikannya tak akan tercapai kecuali dengan hal tersebut. Jika demikian halnya, maka Allah Ta'ala adalah Dzat yang wajib menjadi tujuan, yang diminta dan yang dicari, yang diharapkan WajahNya, yang dicari kedekatan-Nya, yang diminta keridhaan-Nya dan Dialah yang menolong mendapatkan semua hal tersebut Dan menyembah kepada selain-Nya, berpaling serta menggantungkan diri padanya adalah sesuatu yang dibenci dan berbahaya, dan Allahlah yang menolong untuk menolak daripadanya. Allahlah yang mengumpulkan empat perkara ini, dan tidak yang lain. Allahlah yang disembah, yang dicintai dan diingini. Dan Dia pula yang menolong hamba-Nya untuk sampai kepada-Nya dan hanya beribadah kepada-Nya. Dan bahwa yang dibenci itu hanyalah terjadi karena kehendak dan kekuasaan-Nya. Dan Dialah yang menolong hamba-Nya untuk menolaknya. Sebagaimana yang dikatakan oleh seorang hamba yang paling mengetahui tentang-Nya,
"Aku berlindung kepada-Mu dengan ridha-Mu dart kemurkaan-Mu, dan aku berlindung kepada-Mu dengan ampunan-Mu dari siksa-Mu, dan aku berlindungdengan-Mu dari(siksaan)-Mu." (Diriwayatkan Muslim dari Aisyah).

Beliau juga berdoa,
"Ya Allah sesungguhnya aku serahkanjiwaku pada-Mu, aku hadapkan wajahku pada-Mu, aku serahkan urusanku kepada-Mu, aku sandarkan punggungku kepada-Mu,:dengan penuh harap dan takttt kepada-Mu, tidak ada tempat berlindung dan tempat mencari keselamafan daripada-Mu kecuali kepada-Mu jua." (Diriwayatkan Al-Bukhari, Muslim dari AI-Barra' bin 'Azib).

Daripada-Nyalah keselamatan itu, kepada-Nyalah tempat berlindung, dan dengan-Nya kita mohon perlindungan dari kejahatan yang ada karena kehendak dan kekuasaan-Nya. Memberikan perlindungan adalah perbuatan-Nya, dan yang diminta daripada-Nya perlindungan adalah perbuatanNya juga. Dengan kata lain, ia adalah perbuatan yang Dia ciptakan dengan kehendak-Nya. Semua perkara adalah milik-Nya, segala puji adalah milik-Nya, semua kebaikan ada di kedua Tangan-Nya, tak seorang pun dari makhluk-Nya yang dapat menghitung pujian ata&-Nya, bahkan la adalah s-ebagaimana yang Ia pujikan atas Diri-Nya, dan di atas apa yang pernah dipujikan oleh setiap orang dari makhluk-Nya. Dan karenanya, kebaikan dan kebahagiaan hamba adalah kemampuanriya merealisasikan firman-Nya, "Hanya kepada-Mulah kami menyembah dan hanya kepada-Mulah kami mohon pertolongan." (Al-Fatihah: 5).

Penyembahan (ubudiyah) mengharuskan adanya sesuatu yang diminta, tetapi dalam bentuknya yang sempurna, dan yang dimohon pertolongan adalah yang dengannya dimohon untuk mendapatkan apa yang dicari:
Masalah Pertama: Tentang makna Uluhiyah-Nyb.
Masalah Kedua: Tentang makna Rububiyah-Nya.

Makna Uluhiyah Allah
Sesungguhnya Hah adalah yang disembah oleh segenap hati, dicintai, dijadikan tempat kembali, yang ditinggikan, dimuliakan, diagungkan, tempat merendahkan diri, menghinakan diri, yang ditakuti, tempat berharap dan bertawakal. Adapun Rabb yaitu yang mengurus hamba-Nya, yang memberikan penciptaannya, lalumemberinya petunjuk pada apa yang merupakan maslahat baginya. Maka tidak adaIlah selain daripadaNya, juga tidak ada Rabb selain daripada-Nya. Dan sebagaimana *) Pengarang kitab ini Rahimahullah memiliki karya besar yang beliau beri judul Madaarijus Salikin fi Manazili Iyyaka Na'budu wa Iyyaaka Nasta'ain, dalam tiga jilid. Rububiyah untuk selain-Nya adalah batil, maka batil pula Uluhiyah untuk selain-Nya. Allah telah mengumpulkandua prinsip ini di banyak tempat dalam Kitab Suci-Nya. Allah befirman, "Maka sembahlah Dia, dan bertawakallah kepada-Nya." (QS.Huud: 123).

Firman Allah tentang Nabi-Nya Syu'aib, "Dan ttdak ada taufiq bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakal dan hanya kepada-Nyalah aku kembali." (Huud: 88). 

" Dan bertawakkallah kepada Allah yang hidup (kekal) Yang tidak mati, dan bertasbihlah dengan memuji-Nya. Dan cukuplah Dia Maha Mengetahui dosa-dosa hamba-hamba-Nya." (Al-Furqaan: 58).

"Dan beribadahlah kepada-Nya dengan penuh ketekunan. (Dialah) Tuhan masyrik dan maghrib, tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, maka ambillah Dia sebagai pelindung." (Al-Muzzammil: 8-9).

"Katakanlah, 'Dialah Tuhanku, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia; hanya kepada-Nya aku bertawakal dan hanya kepada-Nya aku bertaubat." (Ar-Ra'd: 30).

Dan firman Allah tentang orang-orang yang lurus daripara pengikut Ibrahim AlaihisSalam "Ya Tuhan kami, hanya kepada Engkaulah kami bertaubat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali." (Al-Mumtahanah: 4).

Di atas itulah tujuh ayat Al-Qur'an yang merangkaikan dua pokok (prinsip) yang menghimpun makna tauhid, yang tak ada kebahagiaan hidup seorang hamba tanpa keduanya. Makna Rububiyah Allah Allah menciptakan makhluk agar mereka menyembah kepada-Nya, yang di dalamnya mengandung pengetahuan tentang-Nya, kembali, cinta dan ikhlas kepada-Nya. Dengan mengingat Allah maka menjadi tenanglah hati, menjadi tentramlah jiwa, dan dengan melihat-Nya kelak di akhirat maka menjadi sejuklah pandangan mereka dan menjadi sempurnalah nikmat yang mereka terima. Allah tidak memberikan sesuatu kepada hamba di akhirat yang lebih mereka cintai, yang lebih menyejukkan pandangan dan yang lebih nikmat bagisegenap hati mereka selain dari melihat kepada-Nya, mendengarkan firman-Nya tanpa perantara. Dan tidaklah Allah memberi sesuatu kepadamanusia di dunia yang lebih baik bagi mereka, yang lebih mereka cintai, yang lebih menyejukkan pandangan mereka, selain dari beriman kepada-Nya, mencintai-Nya, rindu untuk bertemu dengan-Nya, senang dengan kedekatan dengan-Nya dan menikmati dengan dzikir kepada-Nya.
Nabi ShallallahuAlaihi wa Sallam telah mengumpulkan dua perkara di atas dalam sebuah doa yang diriwayatkan Nasa'i, Imam Ahmad dan Ibnu Hibban dalam kitab Shahih-nya, juga diriwayatkan oleh selain mereka,
** dari hadits Ammar bin Yasir, bahwasanya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam berdoa, *) Dikeluarkan Nasa'i (3/54), Ibnu Hibban (1971), Ibnu Khuzaimah (hal. 12), Al-Hakim (1/524-525) dari jalur Hammad bin Yazid dariAtha' bin Sa'ib dari ayahnya dari Amar dan sanad-nya shahih, karena riwayat Hammad dari Atha' adalah sebelum ia mengalami kerancuan. Hadits ini memiliki jalan lain, seperti ada dalam Al-Musnad, pembahasan lebih lanjut bisa dilihat dalam Al-Itmam (18351).

"Ya Allah dengan ilmu gaib-Mu, dan kekuasaan-Mu atas makhluk, hidupkanlah aku selama Engkau ketahui hidup itu lebih baik bagiku, dan matikanlah aku selamakematian itu lebih baik bagiku. Aku mohon pada-Mu khasyyah (rasa takut) kepada-Mu dalam keadaan sunyi maupun terang-terangan, aku mohon pada-Mu perkataan yang benar baik di waktu marah atau di waktu ridha, aku mohon pada-Mu tujuan permohonan baik di waktu miskin atau kaya, aku mohon pada-Mu kenikmatan yang tiada habisnya, aku mohon pada-Mu kesayangan yang tiada terputus, aku mohon pada-Mu kerelaan setelah (menerima) qadha' (ketentuan-Mu), aku mohon pada-Mu kemudahan hidup setelah kematian, aku mohon pada-Mu kelezatan melihat Wajah-Mu, aku mohon pada-Mu kerinduan bertemu dengan-Mu, dengan tanpa kesengsaraan yang membahayakan dan fitnahyang menyesatkan. Ya Allah hiasilah kami dengan hiasan iman, dan jadikanlah kami pemberi petunjuk orang-orang yang mendapat petunjuk." Beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam menghimpun dalam doa yang agung ini antara sesuatu yang terbaik di dunia, yaitu kerinduan bertemu dengan Allah, dengan sesuatu yang terbaik di akhirat yaitu melihat kepada Wajah Allah Yang Mahamulia. Dan tatkala kesempurnaan dan kelengkapan hal tersebut terletak pada ketiadaan sesuatu yang membahayakan di dunia dan yang mengakibatkan fitnah dalam agama maka beliau berdoa, "... kesengsaraan yang membahayakan dan fitnah yang menyesatkan." Ketika kesempurnaan hamba terletak pada pengetahuannya terhadap kebenaran, lalu ia mengikutinya dan mengajarkannya dan menunjukkannya kepada orang lain maka beliau berdoa, "...dan jadikanlah kami orang-orang yang memberi petunjuk yang mendapat petunjuk."

Ketika ridha yang bermanfaat dan menghasilkan maksud adalah ridha setelah terjadinya qadha' bukan sebelumnya; dan itu berarti keinginan hati untuk ridha sehingga tatkala qadha' telah terjadi maka lapanglahhatinya dan terwujudlah keinginan itu, maka beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam memohon ridha setelah terjadinya qadha'. Dan sesungguhnya yang ditakdirkan itu dilindungi karena dua perkara: Memohon kepada Allah agar memilihkan yang sesuai untuknya dan ridha setelah terjadinya
qadha'. Dan sungguh termasuk kebahagiaan hamba yaitu bila bisa mengumpulkan dua hal tersebut.
4) *) Diriwayatkan, "Termasuk kebahagiaan anak Adam adalah memohon kepada Allah agar memberikan pilihan yang sesuai baginya...", tetapi hadits ini dha'if, tidak shahih, dan saya telah sebutkan masalah hal ini dalam mukadimah kitab ini. Ketika takut kepada Allah baik di waktu sunyi maupun di waktu terang-terangan adalah puncak dari segala kebaikan maka beliau memohon agar diberi rasa takut, baik di waktu sunyi maupun terang-terangan. Ketika kebanyakan manusia bicara soal kebenaran hanya di waktu ridha, tetapi saat dia marah, kemarahannya mengeluarkan kebenaran itu dari dirinya sehingga berbicara kebatilan, bahkan terkadang waktu ridhanya masih menyeretnya pada kebatilan maka beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam memohon kepada Allah agarmemberinya taufiq terhadap kebenaran, baik di waktu marah maupun ridha. Karena itu sebagian orang sc/c/berkata, "Janganlah kamu termasuk orang yang waktu ridhanya, keridhaannya menyeretnya pada kebatilan dan waktu marahnya, kemarahannya memisahkannya dari kebenaran."

Ketika kefakiran dan kekayaan merupakan cobaan dan ujian, yang dengan keduanya Allah menguji hamba-Nya, sehingga di antara manusia ketika dalam keadaan kaya menghamburkan hartanya dan ketika jatuh miskin begitu kikir, maka beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam memohon kepada Allah kesederhanaan di antara dua keadaan, yaitu jalan tengah; tidak terlalu boros dan tidak terlalu kikir. Ketika kenikmatan ada dua macam: Kenikmatan fisik dan kenikmatan hati (jiwa), dan ia merupakan kesayangan sedangkan kesempurnaannya adalah dengan kelangsungan dan kesinambungannya maka beliau Shallallahu Alaihiwa Sallam menghimpun keduanya dalam doa, "Aku mohon pada-Mu kenikmatan yang tiada habisnya, dan kesayangan yang tiada terputus." Ketika perhiasan ada dua macam: Perhiasan fisik dan perhiasan jiwa (hati), dan bahwa perhiasan hati adalah yang lebih agung dan lebih berbahaya, dan jika memperoleh perhiasan hati maka pada akhirnya diperoleh pula perhiasan fisik secara sempurna maka beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam memohon kepada Tuhannya perhiasan batin, beliau pun berdoa, "Hiasilah kami dengan perhiasan iman." Ketika hidup di dunia ini tidaklah mudah bagi siapa pun, bahkan ia dipenuhi dengan kehausan dan keletihan, dikelilingi dengankesakitan baik lahir maupun batin, maka beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam memohon agar diberi kemudahan hidup setelah kematian. Maksudnya, beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam dalam doa tersebut menghimpun antara sesuatu yang terbaik di dunia dengan sesuatu yang terbaik di akhirat. Sesungguhnya hajat segenap hamba kepada Tuhannya dalam ketundukan dan menyembah kepada-Nya adalah sama dengan hajat mereka kepada-Nya dalam hal penciptaan, pemberian rezki, kesehatan tubuh, penutupan aurat, pengamanan dari ketakutan, bahkan hajat mereka pada penyembahan, cinta dan penghambaan lebih besar, karena hal itulah sesungguhnya maksud dan tujuan mereka (diciptakan). Dan sama sekali tidak ada kebaikan, kenikmatan, kemenangan, kelezatan dan kebahagiaan bagi mereka tanpa penyembahan, penghambaan dan cinta kepada Allah. Karena itu laa ilaaha illallaah (tiada yang berhak disembah kecuali Allah) adalah sebaik-baik kebaikan dan bahwa tauhid Uluhiyah adalah puncak segala perkara.

Adapun tauhid Rububiyah yang diakui oleh orang Muslim dan kafir, bahkan diakui pula oleh orang-orang Ahlul Kalam (ahli filsafat) dalam karya-karya mereka, maka ia tidak cukup dengan pengakuan itu saja,** bahkan ia malah menjadi bumerang bagi mereka, sebagaimana yang banyak ditegaskan Allah dalam Kitab Suci-Nya. Karena itu hak Allah atas segenap hamba-Nya yaitu hendaknya mereka menyembah kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Hal itu berdasarkan hadits shahih yang diriwayatkan oleh Mu'adz bin Jabal Radhiyalla.huAnhu dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, beliau bertanya, "Tahukah kamu, apakah hak Allah atas para hamba-Nya?" Saya menjawab, "Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui. "Beliau bersabda, "Hak Allah atas segenap hamba-Nya yaitu hendaknya mereka menyembah-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan tahukah kamu apakah hak segenap hambajika melakukan hal tersebut?" Aku menjawab, "Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui." Beliau bersabda, "Hak mereka terhadap Allah adalah Dia tidak menyiksa mereka dengan neraka." (Diriwayatkan Al-Bukhari, Muslim dari Mu'adz). 

Karena itu Allah mencintai hamba-hamba-Nya dari orang-orang Mukmin yang mengesakan penyembahanDiri-Nya dan bahwa Ia juga gembira dengan taubat mereka, sebagaimana hal tersebut merupakan *) Dari sini dapat kita ketahui kekeliruan sebagian kelompok dakwah kontemporer yang merasa cukup dengan tauhid Rububiyah dan mengkonsentrasikan pada pokok-pokok tauhid Rububiyah, tanpa menoleh pada masalah tauhid Uluhiyah atau tauhid Asma' was Shifat. sesuatu yang paling besar kelezatan, kenikmatan dan kebahagiaannya bagi setlap hamba. Tidak ada sesuatu pun di alam semesta raya ini selain Allah yang bisa menentramkan hati,menenangkan, membahagiakan dan
memberikan kenikmatan dengan menghadap kepada-Nya. Dan siapa yang menyembah kepada selain Allah, lalu mendapatkan semacam manfaat dan kenikmatan maka sungguh kemadharatandan bahayanya lebih berlipat-lipat daripadanya, iabahkan seperti makan-makanan yang lezat tapi beracun.
Sebagaimana langit dan bumi, manakala pada keduanya terdapat tuhan lain selain Allah maka akanterjadi kerusakan, sebagaimana difirmankan Allah, "Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah rusak binasa." (Al-Anbiyaa': 22).

Maka demikian pula had, jika di dalamnya terdapat sembahan selain Allah maka rusaklah hati itu dengan kerusakan yang tidak bakal bisa diharapkan kebaikannya, kecuali dengan mengeluarkan sembahan itu dari dalam hatinya, dan hanya Allah saja sebagai Tuhan dan sembahannya semata, yang ia cintai dan ia harapkan, yang ia takuti, yang kepada-Nya ia bertawakal dan kembali. 

Masalah Ketiga: Hajat hamba untuk menyembah Allah semata dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun adalah suatu hajat yang tidak ada tandingannya, sehingga tak bisa diukur, tetapi dalam beberapa segi, ia menyerupai hajat tubuh kepada makanan, minuman dan napas, maka bisa diukur dengannya, meskipun antara keduanya terdapat banyak perbedaan. Sesungguhnya hakikat hamba adalah hati dan jiwanya, dan tak ada kebaikan baginya kecuali dengan mengakui Tuhan yang benar, yang tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Dia. Dan ia tidak akan bisa tenang kecuali dengan mengingat-Nya, ia tidak akan bisa tentram kecuali dengan mengetahui dan mencintai-Nya. Dia bekerja dengan sungguh-sungguh menuju Tuhannya, maka ia akan menemui-Nya, ia pasti akan menemuiNya. Tiada kebaikan baginya kecuali dengan mengesakan kecintaan padaNya, mengesakan ibadah, takut dan harap hanya kepada-Nya. Jika pun ia mendapatkan kenikmatan dan kebahagiaan dengan selain-Nya maka hal itu tidak akan kekal baginya, tetapi ia akan berpindah-pindah dari satu macam (kenikmatan) kepada macam yang lain, satu orang kepada orang lain, dan seseorang menikmati suatu hal dalam kesempatan tertentu, dan kenikmatan lainnya pada kesempatan yang lain pula. Dan kebanyakan, yang mendatangkan kenikmatan semacam itu adalah sebab terbesar bagi kesakitan dan kemadharatannya. 

Adapun Tuhannya yang haq, maka kenikmatan itu pasti datang daripada-Nya, pada setiap waktu dan keadaan, dan di mana saja, ia akan tetap beriman kepada-Nya; cinta, ibadah, pengagungan dan dzikir adalah makanan, kekuatan, kebaikan dan nilai dirinya, seperti yang terjadi pada para ahli iman, dan yang ditunjukkan oleh Sunnah serta Al-Qur'an, juga dikuatkan oleh pengakuan fitrah dan hati. Tidak seperti yang dikatakan oleh orang yang dangkal penelitian dan pengetahuannya dan sedikit bagiannya dari kebaikan: Sesungguhnya beribadah kepada Allah, dzikir dan bersyukur adalah beban dan tugas berat. Ia hanya sekedar ujian dan cobaan, atau untuk tujuan mendapatkan nilai tukar berupa pahala tersendiri, seperti menukar barang dengan barang. Atau ia hanyalah latihan dan pendidikan jiwa untuk menaikkannya dari derajat hewan dan binatang, seperti yang banyak ditulis dalam makalah-makalah** orang yang sedikit pengetahuannya tentang ArRahman, dan sedikit cita rasanya tentang hakikat iman. Mereka bersuka cita dengan apa yang mereka miliki dari buih pemikiran dan sampah perenungan. Sungguh, hanya dengan menyembah, mengetahui, mengesakan dan bersyukur kepada-Nyalah kesayangan setiap orang, seutamautama kelezatan ruh, hati dan jiwa, dan sesuatu nikmat yang terbaik bagi orang yang menerimanya dan berhak kepadanya.Hanya kepada-Nyalah tempat memohon pertolongan dan bertawakal. Tidaklah tujuan utama ibadah dan berbagai perintah itu sebagai beban dan tugas berat, tetapi sebagai muatan dan konsekwensi pada sebagian ibadah dan perintah-perintah itu, disebabkan oleh hal-hal yang memang mengharuskan demikian.

Perintah-perintah Allah dan hak-Nya yang Ia wajibkan atas segenap hamba-Nya, juga syariat-syariat-Nya yang telah Ia gariskan adalah merupakan kesayangan hamba, kelezatannya hati, kenikmatan dan kebahagiaannya jiwa, bahkan semua itu menjadi obat penawar, penyebab kebahagiaan, kemenangan dan kesempurnaannya dalam kehidupan di dunia dan di akhirat. Justru sesungguhnya tidak ada kesenangan.
*) Seperti yang dikatakan oleh orang-orang sufi pada zaman dahulu dan kaum Mu'tazilah kontemporer, di mana mereka mendahulukan akal mereka daripada syariat Allah, mereka menjadikan akal sebagai dasar bagi diterimanya syariat dan aqidah, sehingga apa yang sesuai dengan akal mereka diterima, dan apa yang ditolak oleh akal mereka, serta-merta tidak diterima. Dalam kitab saya yang berjudul Ushulul Bida' dapat dibaca pembahasan masalah ini secara lebih luas. hagiaan, kelezatan dan kenikmatan kecuali dengan hal itu. 

Sebagaimana firman Allah, "Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. Katakanlah, 'Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira, karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan'." (Yunus: 57-58).

Abu Sa'id Al-Khudri berkata, "Karunia Allah adalah Al-Qur'an dan rahmat-Nya adalah bahwa la menjadikan kalian termasuk sebagai ahli- Nya." Hilal bin Yisaf' berkata, "Islam yang kalian mendapat petunjuk kepadanya, dan Al-Qur'an yang diajarkan kepada kalian adalah lebih baik dari apa yang kalian kumpulkan;baik emas atau perak."

Ibnu Abbas, Al-Hasan dan Qatadah berkata, "Karunia-Nya adalah Islam dan rahmat-Nya adalah Al-Qur'an." Sebagian orang salaf berkata, "Karunia-Nya adalah Al-Qur'an dan rahmat-Nya adalah Islam."

Kesimpulannya, masing-masing dari keduanya (Islam dan Al-Qur'an) memiliki dua sifat yaitu karunia dan rahmat. Dan keduanya adalah dua hal yang dianugerahkan Allah kepada Rasul-Nya Alaihis-Shalatu was Salam, sebagaimana firman-Nya, "Dan demikianlah Kami wahyukankepadamu wahyu (Al-Qur'an) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al-Kitab (Al-Qur'an) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu." (Asy-Syuura: 52).
*) Seorang tabi'in yang terpercaya, termasuk rijal At-Tahdzib.
**) UhatAd-Durrul Mantsur (4/367).

Dan Allah hanya meninggikan orang yang menjunjung tinggi AlQur'an dan iman dan merendahkan orang yang merendahkan keduanya. Jika dikatakan, "Iman dalam Al-Qur'an ada juga yang disampaikan dengan penyebutan taklif (pembebanan), sebagaimana firman-Nya, "Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. * (Al-Baqarah: 286). "Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar kesanggupannya." (Al-An'aam: 152). Kita katakan, "Benar, tetapi ia dalam bentuk ungkapan negatif. Bahkan Allah Subhanahu wa Ta 'ala tidak menamakan berbagai perintah, wasiat dan syariat-Nya dengan taklif saja, tetapi Dia juga menamakannya dengan ruh, cahaya, obat, petunjuk, rahmat, kehidupan, janji, wasiat dan yang sejenisnya."* Masalah Keempat: Kenikmatan yang paling utama, paling agung dan paling puncak secara umum di akhirat yaitu melihat kepada Wajah Allah Azza wa Jalla serta mendengarkan langsung firman-firman-Nya, sebagaimana disebutkan dalam Shahih Muslim dari Shuhaib Radhiyallahu Anhu dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, "Jika telah masuk penduduk surga ke dalam surga (terdengarlah) suara yang memanggil, Wahai penduduk surga! Sesungguhnya kalian mendapat janji di sisi Allah dan Dia ingin merealisasikan janji-Nya untuk kalian .

'Mereka bertanya, Apakah janji itu?Bukankah Dia telah me -*) Lihat penjelasan pengarang tentang masalah ini dalam kitabnya Madaarijus Saalikin, 1/91; Ilaamul Muwaqqi'iin, 3/171. mutihkan wajah-wajah kami, memberatkan timbangan-timbangan kami, memasukkan kami ke dalam surga dan menyelamatkan kami dari neraka?" Beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Maka Dia membuka tabir, dan merekapun melihat kepada-Nya, dan tidaklah Dia memberikan suatu pemberian yanglebih mereka cintai daripada melihat kepada Wajah-Nya." Dalam hadits lain disebutkan, "Mereka tidak berpalingpada suatu kenikmatan yang lain sepanjang mereka melihat kepada (Wajah Tuhan)-nya. m)

Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam menjelaskan, betapa pun kenikmatan yang mereka terima dari Allah berupa surga, tetapi Allah tidak memberikan sesuatu yang lebih mereka cintai dari melihat kepada (Wajah)-Nya. Dan itu menjadi yang paling mereka cintai karena kelezatan, kenikmatan, kesenangan, kegembiraan dan kesayangan yang mereka peroleh dengan melihat Wajah Allah di atas dari apa yang mereka peroleh dari bernikmat-nikmat dengan makanan, minuman dan para bidadari, keduanya sangat berbeda dan tak dapat diprosentasikan sama sekali. Karena itu Allah befirman dalam kaitannya dengan hak orang-orang kafir, "Sekali-kali tidak, sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar terhalang dari (melihat) Tuhan mereka. Kemudian, sesungguhnya mereka benar-benar masuk neraka." (Al-Muthaffifin: 15-16).

Dikeluarkan oleh Ibnu Majah (no. 184), Al-Bazzar (2253), Al-Lalika'i dalam As Sunnah (836), Ibnu 'Adi (6/2039-2040), Al-'Uqaili dalam Adh Dhu'afaa' (2/274-275), Abu Nu'aim dalam Shifatul Jannah (no. 91) dan dalam Al-Hilyah (6/208), Al-Ajri dalam Fit-Thashdiq bin Nadhar (no. 48) dan dalam Asy-Syari'ah (hal. 267) dari jalan Abi Ashim Al-Ubbadani dari Al-Fadhl Ar-Raqasyi dari Muhammad bin Al-Munkadir dari Jabir dalam suatu hadits yang panjang. Sanad hadits ini dhaifjiddan (lemah sekali), sebab Al-Ubbadani adalah seorang pelupa dan Ar-Raqasyi seorang yang munkirul hadits. Ibnul Jauzi meriwayatkan hadits ini dalam AI-La'ali' (2/460-461) melalui jalan lain, yakni dari Tarikh Ibn Najjar dari Abu Hurairah, tetapi hadits itu lemah juga. Adapun komentar Al-Akh Samir Az-Zuhairi atas masalah Ath-Thashdiq bin Nazhar (hal.68) bahwa hadits ini maudhu' (palsu) adalah kurang tepat. Potongan hadits yang dinukil oleh pengarang Rahimahullah adalah merupakan makna hadits Shuhaib yang telah dikemukakan sebelumnya. 

Allah menghimpunkan bagi mereka dua adzab sekaligus; adzab neraka dan adzab terhalang dari melihat Allah Subhanahu wa Ta'ala, sebagaimana Allah juga menghimpun bagi para kekasih-Nya dua nikmat sekaligus; bersenang-senang dengan apa yang ada di dalam surga, dan kenikmatan bersuka cita dengan melihat Tuhan mereka. Allah menyebutkan keempat macam perkara tersebut dalam surat ini (Al-Muthaffifin). Adapun tentang hak orang-orang yang berbakti maka Allah befirman pada ayat selanjutnya, "Sesungguhnya orang-orang yang berbakti itu benar-benar berada dalam kenikmatan yang besar (surga). Mereka (duduk) di atas dipandipan sambil memandang." (Al-Muthaffifin: 22-23).

Dan sungguh berarti melumatkan makna ayat ini orang yang berkata, "Orang-orang yang berbakti itu melihat kepada musuh-musuh mereka yang tengah disiksa, atau melihat kepada istana-istana dan taman-taman mereka, atau sebagian mereka melihatkepada sebagian yang lain." Semua ini menyimpang dari maksud ayatyang sebenarnya.

*Adapun makna yang sesungguhnya adalah, "Mereka melihat kepada Wajah Tuhan mereka, yang hal ini merupakan kebalikan dari keadaan orang-orang kafir yang terhalang dari melihat Tuhannya, (Kemudian, sesungguhnya mereka benar-benar masuk neraka)." Lalu renungkanlah bagaimana Allah membalas apa yang dikatakan oleh orang-orang kafir terhadap musuh-musuhnya di dunia serta penghinaan mereka dengannya, dengan sesuatu yang merupakan kebalikannya di akhirat. Orang-orang kafir itu, manakala orang-orang beriman lewat di hadapan mereka, mereka saling mengedip-ngedipkan matanya dan menertawakan orang-orang beriman, "Dan apabila mereka melihat orang-orang beriman, mereka berkata, 'Sesungguhnya mereka itu benar-benar orang-orang yang sesat'." (AlMuthaffifin: 32). 


Maka Allah befirman, "Maka pada hari ini, orang-orang yang beriman menertawakan orang-orang kafir." (Al-Muthaffifin: 34), sebagai balasan *) Seperti yang dilakukan oleh Ibadhiyyah (suatu golongan dari aliran Khawarij) dalam beberapa makalah dan kaset mereka.

Karena itu, hendaknya orang-orang Ahlus-Sunnah berhati-hati dari mereka. Mereka itu tidak memiliki ilmu, kecuali kepandaian berkomunikasi dan berkata-kata. dari kerlingan mata dan penertawaan mereka, lalu Allah befirman, "Mereka (duduk) di atas dipan-dipan sambil memandang. "Memandang di sini adalah mutlak, Allah tidak mengikatnya dengan suatu pemandangan tertentu dari yang lainnya. Dan sesuatu yang paling tinggi, paling agung dan paling mulia dari yang mereka pandang adalah Allah Azza wa Jalla. Memandang kepada Allah adalah sesuatu yang paling utama dan mulia, dan ia adalah suatu hidayah yang paling tinggi. Hal itu Allah hadapkan dengan ucapan mereka, "Sesungguhnya mereka itu benar-benar orang-orang yang sesat." Jadi, melihat kepada Tuhan adalah yang dimaksud oleh dua ayat di atas, baik secara khusus, umum atau secara mutlak. Dan siapa yang merenungkan konteks kedua ayat tersebut, niscaya akan menyimpulkan bahwa kedua ayat itu tidak mengandung pengertian yang lain, baik secara khusus atau umum.

Kenikmatan Melihat Wajah Allah pada Hari Kiamat Adalah Penyerta dari Kenikmatan Mengetahui dan Mencintai Allah di Dunia Sebagaimana tak ada bandingnya kenikmatan apa yang ada di surga jika diukur dengan kenikmatan melihat Wajah Tuhan Yang Mahatinggi; maka demikian pula tak seukuran kenikmatan dunia jika dibanding dengan kenikmatan mencintai, mengetahui, rindu dan suka cita denganNya, bahkan kenikmatan melihat Wajah Allah adalah penyerta dari pengetahuan dan kecintaan mereka kepada-Nya. Kenikmatan selalu mengiringi perasaan dan cinta; manakala orang yang mencintai amat mengetahui dan sangat mencitai Dzat yang dicintainya maka kenikmatan dalam kedekatan, melihat dan sampai kepada-Nya tentu akan lebih agung. Masalah Kelima: Sesungguhnya makhluk tidak bisa memberikan manfaat atau mudharat kepada hamba; tidak pemberian atau penolakan, petunjuk atau penyesatan, kemenangan atau kehinaan, perendahan atau peningkatan, kemuliaan atau kenistaan, tetapi hanya Allah sematalah yang memiliki semuanya itu.

Allah befirman, "Apa saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa rahmat maka tidak ada seorangpun yang dapat menahannya; dan apa saja yang ditahan oleh Allah maka tidak seorang pun yang sanggup untuk melepaskannya sesudah itu. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Mahabijaksana." (Faathir: 2).

"Jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu maka tak ada yang dapat menolak karunia-Nya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Yunus: 107).

"Jika Allah menolong kamu maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kamu; jika Allah membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan) maka siapakah gerangan yang dapat menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu?" (Al-Imran: 160).

"Mengapa aku akan menyembah tuhan-tuhan selain-Nya, jika (Allah) Yang Maha Pemurah menghendaki kemudharatan terhadapku, niscaya syafa'at mereka tidak memberi manfaat sedikit pun bagi diriku, dan mereka tidak (pula) dapat menyelamatkanku?" (Yasin:23).

"Hai manusia, ingatlah akan nikmat Allah kepadamu. Adakah Pencipta selain Allah yang dapat memberikan rezki kepada kamu dari langit dan burnt? Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, maka mengapakah kamu berpaling (dari ketauhidan) ?" (Faathir:3). 

"Atau siapakah dia yang menjadi tentara bagimu yang akan menolongmu selain daripada Allah Yang Maha Pemurah? Orang-orang kafir itu tidak lain hanyalah dalam (keadaan) tertipu. Atau siapakah dia iniyang memberi kamu rezkijika Allah menahan rezki-Nya? Sebenarnya mereka terus-menerus dalam kesombongan dan menjauhkan diri." (Al-Mulk: 20-21). 

Allah Subhanahu wa Ta'ala menghimpun antara kemenangan dan rezki; sebab setiap hamba sangat memerlukan seseorang yang membela dan menolongnya dari musuh, serta memberikan manfaat dengan rezkinya. Karena itu harus ada yang menolong dan memberi rezki, dan hanya Allah sajalah yang dapat menolong dan memberi rezki itu, Dialah Allah Yang Maha memberi rezki dan memiliki kekuatan yang tangguh. Dan termasuk kesempurnaan pengetahuan dan kecerdikan hamba yaitu pemahamannya bahwa manakala Allah menimpakan suatu bahaya baginya maka tak akan mampu orang lain menghilangkannya kecuali Dia, dan manakala ia mendapatkan suatu nikmat, makatak seorang pun yang memberikan rezki kenikmatan tersebut padanya kecuali Dia. Allah befirman, "Dan mereka itu tidak memberi mudharat kepada seorang pun kecuali dengan izin Allah." (Al-Baqarah: 102). 

Karena itu, hanya Allah sematalah yang mencukupi hamba-Nya, yang menolong, memberi rezki dan menjaganya. Dan konsekwensi dari semua ini yaitu bertawakal kepada Allah, memohon pertolongan, berdoa dan meminta hanya kepada-Nya, tidak kepada yang lain. Juga berkonsekwensi adanya kecintaan dan penyembahan karena kebaikan -kebaikan-Nya kepada hamba-Nya, serta curahan nikmat-Nya atasnya. Jika hamba itu mencintai, menyembah dan bertawakal kepada-Nya (realisasi dari pemahaman masalah kelima), maka dia telah merealisasikan makna Uluhiyah secara sesungguhnya (masalah pertama). Perumpamaan dari hal tersebut adalah seperti orang yang terkena musibah besar atau ditimpa ketakutan yang sangat, lalu ia berdoa kepada Allah dan merendahkan diri kepada-Nya, sampai Allah membukakan bagiNya pintu kenikmatan karena munajatnya kepada-Nya dan disebabkan oleh besarnya keimanan yang dimilikinya. Kembali kepada-Nya itu akhirnya menjadi lebih ia cintai daripada hajat yang dimaksudkan pada pertama kalinya, tetapi sebelumnya ia tidak tahu, sehingga ia mencari dan merindukannya.

Masalah Keenam: Bahwa ketergantungan hamba dengan selain Allah adalah membahayakan dirinya, sebab ia mengambil sesuatu daripadanya lebih dari hajat yang diperlukannya, yang tidak menolongnya untuk melakukan ketaatan pada-Nya. Jika ia makan, minum, menggauli istri, dan berpakaian lebih dari kebutuhannya bisa membahayakan dirinya maka demikian pula halnya dalam hal kecintaan kepada selain Allah. Jika ia mencintai selain Allah, maka pasti suatu ketika ia akan berpisah dengannya, jika ia mencintainya bukan karena Allah, maka kecintaannya tersebut akan membahayakannya, bahkan iaakan disiksa dengan kekasihnya, baik di dunia maupun di akhirat, dan biasanya ia akan disiksa di dua alam tersebut.

Allah befirman, "Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah makaberitahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, pada hari dipanaskan emas dan perak itu dalam Neraka jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka, 'Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu'." (At-Taubah: 34-35). 

"Maka janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu. Sesungguhnya Allah menghendaki dengan (memberi) harta benda dan anak-anak itu untuk menyiksa mereka dalam kehidupan di dunia dan kelak akan melayang nyawa mereka, sedang mereka dalam keadaan kafir."(At-Taubah: 55).

Tafsir yang terbaik dan paling sesuai untuk ayat ini adalah: Bahwasanya penyiksaan terhadap merekaitu adalah sesuatu yang nyata. Orang-orang pencari dunia, pecinta dunia dan yang lebih mengutamakan dunia daripada akhirat itu disiksa dengan ambisiusnya terhadap dunia juga dengan kelelahannya yang luarbiasa dalam mengumpulkan harta benda serta berbagai kekerasan dariberbagai kendala dalam mendapatkannya. Anda tidak akan menemukan orang yang lebih lelah daripada orang yang menjadikan dunia sebagai ambisinya yang terbesar, ia demikian mati-matian untuk mendapatkan harta benda. Dan adzab di sini yaitu kesakitan, kesulitan dan kelelahannya, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, "Bepergian adalah sebagian daripada adzab." (Diriwayatkan AlBukhari, Muslim dariAbu Hurairah).

Dan sabda beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam, "Sesungguhnya mayit itu diadzab karena tangisan keluarganya atas dirinya." (Diriwayatkan Al-Bukhari, Muslim dari Ibnu Umar).

Maksudnya, mayit itu merasa sedih dan sakit, tidak karena dia disiksa oleh amal perbuatannya. Demikian pula halnya orang yang menjadikan dunia sebagai obsesi dan keinginan besarnya, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dalam hadits yang diriwayatkan At-Tirmidzi dan lainnya dari hadits Anas Radhiyallahu Anhu, "Siapa yang obsesinya adalah akhirat, niscaya Allah menjadikan kekayaannya ada dalam hatinya dan Allah akan menghimpunkan kekuatannya, dan dunia akan menghampirinya sedang dia membencinya. Dan siapa yang obsesinya adalah dunia, niscaya Allah menjadikan kefakirannya ada dipelupuk matanya, dan menceraiberaikan kekuatannya dan dunia tidak akan datang padanya kecuali sekedar yang ditentukan untuknya.” 

Dan siksa yang paling berat di dunia adalah bercerai berainya kekuatan, terkoyak-koyaknya hati, dan kefakiran yang selalu tampak di pelupuk mata hamba dan tak pernah meninggalkannya. Dan kalaulah bukan karena mabuknya pemburu dunia karena kecintaan mereka terhadapnya, tentu mereka akan meminta pertolongan dari adzab ini. Dan kebanyakan mereka masih mengeluh dan meronta karenanya.

Dalam Sunan At-Tirmidzi**, yang diriwayatkan Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, bahwa beliau bersabda, "Allah Ta'ala befirman, '(Wahai) anak Adam! Beribadahlah sepenuh-nya kepada-Ku, niscaya Aku isi hatimu dengan kekayaan dan Aku bayar kefakiranmu. Dan jika tidak kamu lakukan, niscaya Aku isi kedua tanganmu dengan kesibukan dan tidak Aku hilangkan kefakiranmu'."
*) Hadits riwayat Tirmidzi (2587), Al-Baghawi (4142), Ibnu Abi Dunya dalam Dzammud Dunya (353) dari jalan Yazid Ar-Ruqasyi dari Anas. Dan Yazid adalah dha'if, tetapi ia memiliki syahid (penyerta) yang dikeluarkan oleh Ahmad (5/183), Ibnu Majah (4105), Ibnu Hibban (72), Ad-Darimi (1/75) dari jalan Syu'bah dari Amr bin Sulaiman dari Abdurrahman bin Abban dari ayahnya dari Zaidbin Tsabit, lalu ia menyebutkan hadits itu. Dan sanad hadits ini adalah shahih. Hadits tersebut juga punya syahid lain yang tidak pada tempatnya jika kita deretkan di sini, ]ihat Al-Itmam (21630).
**) (no. 2466), dikeluarkan pula oleh Ibnu Majah (4107), Ibnu Hibban (2477) dan pada hadits tersebut terdapat kelemahan, tetapi ia memiliki syahid (penyerta) yang menguatkannya. Saya telah membicarakannya dalam Al-Itmam li Takhriji Ahaadiitsil Musnad Al-Imam (8671),

pembaca bisa merujuk ke sana. Dan ini pula merupakan bentuk adzab, yakni kesibukan hati dan badan menanggung kesulitan dunia, peperangan yang dilancarkan oleh penduduknya terhadap dirinya serta kekerasan permusuhan mereka, seperti dikatakan sebagian orang salaf, "Siapa yang mencintai dunia maka hendaknya ia mempersiapkan dirinya menanggung berbagai musibah." Sedang pecinta dunia tidak bisa lepas dari tiga hal: Kesedihan yang senantiasa menyertainya, kelelahan yang terus-menerus, dan kerugian yang tiada hentinya. Dan hal itu disebabkan karena, tidaklah pecinta dunia itu mendapatkan sesuatu daripada dunia kecuali ia menginginkan lebih dari apa yang ia dapatkan. Sebagaimana disebutkan dalam hadits shahih dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, "Seandainya anak Adam itu memiliki dua lembah yangberisi harta benda, niscaya ia menginginkantambahan lembah yang ketiga." (Diriwayatkan Al-Bukhari, Muslimdari Anas bin Malik).

Ibnu Abi Dunya* menyebutkan, bahwasanya Al-Hasan Al-Bashri menulis surat kepada Umar bin Abdul Azis, "Amma ba'du, sesungguhnya dunia adalah kampung perjalanan, (bagi musafir), bukan kampung kediaman. Sesungguhnya Adam Alaihis-Salam diturunkan ke dunia tiada lain adalah karena hukuman, karena itu waspadalah wahai Amirul Mukminin! Sesungguhnya bekal daripadanya adalah dengan meninggalkannya, dan kekayaan di dalamnya adalah dengan kefakiran, setiap saat di dalamnya terdapat korban pembunuhan, yang menghinakan orang yang memuliakannya dan memiskinkan orang yang mengumpulkannya. Dunia adalah laksana racun yang dimakan oleh orang yang tidak mengetahuinya, dan itulah yang mematikannya. Karena itu, jadilah engkau di dalamnya seperti orang yang mengobati lukanya, pantang sebentar terhadap yang membahayakan, karena takut apa yang dibenci bakal melanda sepanjang masa, sabar terhadap pahitnya obat, karena takut menderita sakit panjang. Karena itu, waspadalah terhadap kampung yang mempedaya ini, yang penipu dan pengkhianat ini, yang menghiasai dirinya dengan berbagai aibnya, yang memberikan ujian dengan perdayaannya, yang menipu dengan angan-angannya, yang ber-hias untuk peminangnya, sehingga tampak seperti pengantin yang dipertontonkan, segenap mata memandang kepadanya, segenap hati menjadi terpana, segenap jiwa pun tampak terbuai, sementara dunia itu adalah pembunuh *) Dalam kitabnya Dammud Dunya, terdapat banyak teks-teks dalam masalah ini. terhadap semua suaminya, orang yang kasmaran dengannya telah beruntung dengan terpenuhinya sebagian hajatnya darinya, sehingga ia terpedaya dan melampaui batas, lalu melupakan tempat kembali, hatinya selalu sibuk dengannya, sehingga langkahnya tergelincir, akhirnya menjadi besarlah penyesalannya terhadapnya, kerugiannya menjadi banyak, dan berkumpullah padanya sakaratul maut berikut rasa sakitnya, dan kerugian atas kehilangannya, ia adalah seorang pecinta yang belum mendapatkan apa yang dicarinya, sehingga ia hidup dengan penuh rasa sesak, ia pun pergi dengan kedukaannya, dan belum mendapatkan apa yang ia cari, jiwanya belum beristirahat dari kelelahannya, lalu ia pun keluar dengan tanpa bekal, menghadap dengan tanpa landasan. Karena itu, hendaknya yang paling membahagiakanmu di dunia adalah dengan waspada terhadapnya. Sungguh pemburu dunia itu, setiap kali hatinya tenang dan bahagia karenanya, akan kembali padakebencian, kelapangan daripadanya selalu diperantarai oleh cobaan, dan kekekalan di dalamnya akan dijadikan kefanaan, kebahagiaannya bercampur dengan kesedihan, anganangannya kosong, cita-citanya adalah kebatilan, kejernihannya adalah kekeruhan, hidupnya adalah kesusahannya. Meskipun seandainya Tuhan kita belum mengabarkan tentang dunia, juga belum memberikan perumpamaan baginya, tetapi tentu dunia telah mampu membangunkan orang yang tidur serta mengingatkan orang yang lalai. Bagaimana pula jika Allah telah memberikan pelajaran tentangnya serta memperingatkan kita daripadanya? Sungguh dunia ini di sisi Allah tidak ada timbangan dan harganya, bahkan Dia tidak pernah melihat kepadanya sejak Dia menciptakannya. Dan bahwa Nabi kita Shallallahu Alaihi wa Sallam telah ditawari kunci dan perbendaharaan dunia, dan tidak dikurangi oleh Allah seberat sayap nyamuk pun, tetapi beliau enggan menerimanya, beliau takutkalau-kalau mencintai sesuatu yang dibenci oleh Sang Pencipta, atau meninggikan orang yang direndahkan oleh Sang Maha Penguasa, Allah menjauhkan hamba-hamba-Nya yang shalih dari dunia atas usaha mereka sendiri, dan Allah melapangkan dunia bagi musuh-musuhnya sebagai perdayaan, lalu orang-orang yang tertipu olehnya dengan mendapatkan serba kecukupan dunia mengira bahwa ia dimuliakan dengannya, ia lupa terhadap apa yang dilakukan Allah terhadap Rasul-NyaShallallahu Alaihi wa Sallam saat beliau mengikatkanbatu di atas perutnya (karena kelaparan)." **

*) Berdasarkan sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, "Dan sesungguhnya aku telah
diberikan kunci-kunci perbendaharaan bumi..." (Diriwayatkan Bukhari dan Muslim
dari Uqbah bin Amir).

**) UhatFathutBari (4/208,11/284).
Al-Hasan juga berkata, "Sesungguhnyapernah suatu kaum memuliakan dunia, lalu dunia menyalib mereka di pohon. Karena itu rendahkanlah dunia itu, karena ketenangan yang sesungguhnya diperoleh jika engkau menghinakan dunia."

Dan perbincangan masalah ini sungguh sangat luas. Para pemburu dan pecinta dunia lebih mengetahui kerasnya siksaan dan bermacam-macamnya penderitaan ketika mencarinya. Ketika dunia menjadi obsesi terbesar bagi orang-orang yang tidak beriman dengan akhirat dan yang tidak mengharapkan perjumpaan dengan Tuhannya maka siksaan mereka dengan dunia itu tergantung seberapa besar ketamakannya terhadap dunia dan kekerasan usaha mereka dalam mencarinya. Jika Anda ingin tahu tentang siksaan pemburu dunia, maka renungkanlah keadaan orang yang sedang diderarasa cinta; ia binasa karena orang yang dicintainya. 

Dan setiap kali ia ingin mendekat dengan kekasihnya, sang kekasih menjauh daripadanya, tidak menanggapinya, meninggalkannya bahkan menghubungi musuh-musuhnya. Maka dengan kekasihnya, ia hidup tambah lebih merana, hampir saja ia memilih untuk mati, kekasihnya jarang menetapi janji, selalu tampil dingin, memiliki banyak sekutu, cepat berubah, mudah berkhianat, banyak bersikap mendua, kekasihnya tidak merasa aman dengannya,baik atas diri atau hartanya, padahal ia tidak memiliki kesabaran terhadapnya, tidak pula menemukan jalan buat kesenangan yang menghiburnya, tidak juga hubungan yang langgeng. Seandainya pecinta ini tidak mendapatkan siksa kecuali siksa yang disegerakan itu, tentu cukup baginya, bagaimana pula jika ditambah dengan dihalanginya antara dia dengan berbagai kenikmatan semuanya, dan ia menjadi tersiksa dengan sesuatu yang ia merasa menikmati dengannya, sesuai dengan kadar kenikmatanyang dirasakannya, yang menghalanginya dari mencari perbekalan dan kemaslahatan bagi kampung tempatnya kembali? Maksudnya, ini adalah penjelasan bahwa siapa yang mencintai selain Allah, sedang cintanya itu tidak karena Allah, tidak pulabisa membantu bagi ketaatan kepada Allah, maka iaakan diadzab di dunia sebelum datangnya Hari Kiamat. Sebagaimana dikatakan oleh penyair, "Engkau adalah korban pembunuhan oleh setiap orang yang engkau cintai. Karena itu bercintalah semaumu, terserah siapa yang engkau pilih?" Dan kelak pada Hari Pembalasan, Allah Dzat Yang Mahabijaksana dan Mahaadil menguasakan orang-orang yang mencintai kepada apa yang dicintainya di dunia. Dan bersamanya, pecinta itu bisa mendapatkan nikmat atau siksa. Karena itu Allah menggambarkan harta bagi pemilik harta benda sebagai seekor ular yang sangat beracun. Sambil membelit kedua sudut mulut tuannya berkata, "Saya adalah hartamu, saya adalah simpananmu, lalu ia dipukul dengan beberapa kali pukulan dari api neraka, dan dengan api neraka pula, orang itu disetrika kening, lambung dan punggungnya." (Diriwayatkan Al-Bukhari, Muslim dari Abu Hurairah). Demikian pula dengan pecinta gambar-gambar, jika keduanya berkumpul dengan yang dicintainya tidak atas ketaatan kepada Allah, kelak Allah akan mengumpulkan keduanya di dalam neraka. Dan keduanya akan disiksa disebabkan oleh kawannya.

Allah befirman, "Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orangyang bertakwa." (Az-Zukhruf: 67). 

Dan Allah mengabarkan bahwa orang-orang yang saling mencintai di dunia atas dasar syirik, masing-masing mereka mengingkari yang lain pada Hari Kiamat, masing-masing melaknati yang lain, dan tempat mereka adalah neraka, serta mereka tidak memiliki seorang penolong pun.*

Jadi, seseorang akan senantiasa bersama yang dicintainya, di dunia maupun di akhirat. Dan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Seseorang itu bersama orang yang dicintainya." (Diriwayatkan AlBukhari, Muslim dari Abu Musa Al-As/ari)

Dan dalam masalah yang senada diriwayatkan pula oleh banyak sahabat yang lain. *) 

Allah befirman, "Sesungguhnya berhala-berhala yang kamu sembah selain Allah adalah untuk menciptakan perasaan kasih sayang di antara kamu dalam kehidupan dunia ini kemudian di Hari Kiamat sebagian kamu mengingkari sebagian (yang lain) ..." (Al Ankabut: 25).

Allah befirman, "Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orangyang zalim menggigit dua tangannya, seraya berkata, 'Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama rami. Kecelakaan besarlah bagiku, kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si Fulan itu teman akrab(ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al-Qur'an ketika Al-Qur'an itu telah datangkepadaku. Dan adalah syetan itu tidak mau menolong manusia'." (Al-Furqan: 27-29).

Allah befirman, Dan Allah befirman, "(Kepada malaikat diperintahkan), 'Kumpulkanlah orang-orang yang zalim beserta teman sejawat mereka dan sembahan-sembahan yang selalu mereka sembah selain Allah,maka tunjukkanlah kepada mereka kejalan neraka. Dan tahanlah mereka(di tempat perhentian) karena sesungguhnya mereka akan ditanya, 'Kenapa kamutidak tolongmenolong?" (Ash-Shaffat: 22-25).
Umar bin Khaththab Radhiyallahu Anhu berkata, "Azwajuhum berarti asybahuhum wa nuzhara'uhum (orang-orang yang semisal dan sepadan dengan mereka) ."  Allah befirman, "Dan apabila ruh-ruh dipertemukan." (At-Takwir: 7).

*) Dikeluarkan oleh Abdurrazzak, Al-Faryabi, Ibnul Mundzir, Ibnu Abi Syaibah dan lainnya, Ad-Durrul Mantsur (7/83) 

Maka digandengkan suatu bentuk dengan yang sebentuknya, dan dijadikan teman baginya. Yang baik dengan yang baik, yang pendosa dengan yang pendosa. Maksudnya, bahwa siapa yang mencintai sesuatu selain Allah Azza wajalla, maka ia akan mendapat bahaya disebabkan oleh yang dicintainya itu, entah ia mendapatkan cintanya atau tidak. Jika tidak mendapatkan cintanya, maka ia disiksa karena kehilangan apa yang dicintainya itu, sedang sakit yang ia derita sesuai dengan tingkat ketergantungan hatinya pada yang dicintainya itu.

Jika ia mendapatkan cintanya, makaia sudah menderita sakit sebelum mendapatkannya, juga kesusahan saat mendapatkannya dan penyesalan saat kehilangan darinya; sakit dan penderitaannya justru berkali lipat dari kenikmatan yang dirasakannya. "Tidaklah di dunia ini ada orang yang lebih menderita dari pecinta meski ia mendapatkan cinta itu manis rasanya. Engkau lihat ia selalumenangis pada setiapkeadaan, karena takut berpisah atau karena rindu dendam. Ia menangis jika mereka jauh, sebab didera kerinduan. Ia menangis pula saat berdekatan, sebab takut perpisahan. Air matanya mengalir saat bertemu. Air matanya mengalir saat berpisah." Ini adalah sesuatu yang diketahui umum, berdasarkan pengalaman penelitian dan pengambilan pelajaran. Karena itu Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi dan lainnya, "Dunia ini terlaknat, semua yang ada di dalamnya terlaknat kecuali dzikrullah dan apa yang wala' pada-Nya”

*) Dzikir kepada Allah artinya semua bentuk ketaatan kepada-Nya. Maka setiap orang yang berada dalam ketaatan kepada-Nya, maka dia *) Dikeluarkan oleh Tirmidzi (2323), Ibnu Majah (4112),A1-Baghawi (4028), Ibnul Jauzi dalam Al-Ilal Al-Mutanahiyah (no. 1330) dari dua jalan, dari Atha' bin Qurrah dari Abdullah bin Dhamrah dari Abu Hurairah. Sanad hadits ini hasan, karena jama'ah meriwayatkan dari Ibn Dhamrah, dan Ibnu Hibban serta Al-'Ijli mengakuinya sebagai orang yang terpercaya (mautsuq). Hadits ini memiliki penyerta (syahid) dalam Al-Hilyah (3/157 dan 7/90) dari Jabir, sehingga menambahnya menjadi lebih kuat. Lihat Takhriju Ahaditsil Ihya (2937).

sedang dzikir (ingat) kepada Allah, meskipun lisannya tidak bergerak untuk mengucapkan dzikir, dan setiap orang yang wala' kepada Allah berarti ia mencinta dan dekat kepada-Nya. Maka laknat tidak akan diterimanya dari sisi mana pun, tetapi laknat itu diberikan kepada orang yang selainnya. 

Masalah Ketujuh : Bahwa ketergantungan dan penyandaran hamba terhadap makhluk serta tawakalnya terhadap makhluk itu pasti mendatangkan bahaya, dan hasilnya akan berbeda sama sekali dengan harapannya semula, ia pasti terhina dari sisi yang dia perkirakan bakal mendapatkan pertolongan daripadanya, ia akan dicela dari sisi yang ia perkirakan bakal mendapat pujian. Ini sesuai benar dengan pernyataan Al-Qur'an dan As-Sunnah yang juga dikukuhkan melalui penelitian dan pengalaman.

Allah befirman, "Dan mereka telah mengambil sembahan-sembahan selain Allah, agar sembahan-sembahan itu menjadi pelindung bagi mereka. Sekali-kali tidak. Kelak mereka (sembahan-sembahan) itu akan mengingkari penyembahan (pengikut-pengikutnya)terhadapnya, dan mereka (sembahan-sembahan) itu akan menjadi musuh bagi mereka." (Maryam:81-82). 

Allah befirman, "Mereka mengambil sembahan-sembahan selain Allah agar mereka mendapat pertolongan. Berhala-berhala itu tiada dapat menolong mereka, padahal berhala-berhala itu menjadi tentara yang disiapkan untuk menjaga mereka." (Yasin: 74-75).

Yakni sembahan-sembahan mereka itu marah dan memerangi mereka sebagaimana tentara yang marah dan memerangi terhadap kawan-kawannya, dan sembahan-sembahan itu tidak dapat menolong mereka, bahkan malah menjadi beban bagi mereka. 

Allah befirman, "Dan Kami tidaklah menganiaya mereka, tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri, karena itu tiadalah bermanfaat sedikit pun kepada mereka sembahan-sembahan yang mereka seru selain Allah, di waktu adzab Tuhanmu datang. Dan sembahan-sembahan itu tidaklah menambah kepada merekakecuali kebinasaan belaka." (Huud: 101).

"Maka janganlah kamu menyeru (menyembah) tuhan yang lain di samping Allah, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang diadzab." (Asy-Syu'ara': 213).

"Janganlah kamu adakan tuhan yang lain di samping Allah, agar kamu tidak menjadi tercela dan tidak ditinggalkan (Allah)."(Al Israa': 22).

Orang musyrik terkadang mengharap pertolongan kepada sekutunya, terkadang pula mengharapkan pujian, maka Allah mengabarkan bahwa maksud mereka itu justru akandiberi kebalikannya, ia akan mendapatkan kehinaan dan cela. Maksudnya, bahwa dua harapan yang dialamatkan kepada makhluk itu akan dibalas Allah dengan kebalikannya. Kebaikan, kebahagiaan dan kemenangan seseorang adalah dalam penyembahannya kepada Allah, dan permohonan pertolongannya pada-Nya. Adapun kehancuran, kebinasaan dan bahayanya, baik yang sekarang maupun yang kemudian adalah dalam penyembahannya kepada makhluk, dan permohonan pertolongannya padanya.

Masalah Kedelapan : Bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah Mahakaya dan Mulia, Maha Perkasa dan Maha Penyayang, Dia berbuat baik kepada hamba-Nya padahal Dia tidak membutuhkannya. Dia menginginkan kebaikan bagi hamba-Nya serta menghilangkan bahaya yang menimpanya. Dan hal itu Dia lakukan tidak untuk mendapat manfaat dari hamba, juga tidak untuk menolakbahaya, tetapi semua itu adalah rahmat dan kebaikan-Nya semata. Jadi, tidaklah Allah menciptakan makhluk-Nya untuk membanggakan mereka karena jumlah mereka yang besar, tidak pula untuk mendapatkan kemuliaan karena mereka, juga tidak untuk mendapatkan rezki atau manfaat dari mereka, bukan pula agar mereka menolak bahaya dari-Nya, sebagaimana firman Allah, "Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rezki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah, Dialah Maha Pemberi rezki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh." (Adz-Dzariyat 56-58).

Dan firman Allah, "Dan katakanlah, 'Segala puji bagi Allah yang tidak mempunyai anak dan tidak mempunyai sekutu dalamkerajaan-Nya dan Dia bukan Pula hina yang memerlukan penolong dan agungkanlah Dia dengan pengagungan yang sebesar-besarnya." (Al-Israa': 111).

Dan bahwa Allah tidak setia kepada orang yang setia kepada-Nya karena kehinaan, sebagaimana kesetiaan makhluk terhadap makhluk lainnya, tetapi Allah setia dan menyayangi para kekasih-Nya adalah karena kebaikan, rahmat dan cinta-Nya kepada mereka. Adapun segenap hamba, maka merekaitu adalah sebagaimana firman Allah Ta'ala, "Dan Allahlah YangMahakaya, sedangkan kamulah orang-orangyang membutuhkan-(Nya)." (Muhammad: 38).

Karena kefakiran dan keperluan mereka maka mereka saling berbuat baik kepada sesama agar bisa memenuhi hajat mereka, dan agar bisa mengambil manfaat daripadanya, baik dalam jangka dekat maupun panjang, Seandainya bukan karena adanya gambaran manfaat tersebut, tentu dia tidak akan berbuat baik kepada sesamanya. Dan pada hakikatnya, ia dengan demikian menginginkan kebaikan itu diberikan kepada dirinya. Karena itu, ia menjadikan kebaikannya kepada orang yang lain sebagai sarana dan jalan agar orang lain itu berbuat baik pula kepada dirinya. Entah ia berbuat baik kepada orang lain itu karena berharap mendapatkan balasan segera, dan ia sangat memerlukan balasan tersebut, atau sebagai imbalan dari kebaikannya, atau karena ia mengharap pujian atau ucapan terimakasih. Dalam hal ini, Juga berarti bahwa dirinya berbuat baik itu agar mendapatkan apa yang ia perlukan; berupa pujian dan sanjungan. Karena itu, ia berbuat baik kepada dirinya dengan berbuat baik kepada orang lain; atau entah ia menginginkan pahala dari Allah kelak di akhirat.

Dengan hal tersebut berarti ia juga telah berbuat baik kepada dirinya. Hanya saja ia menunda dan mengakhirkan balasan itu hingga pada hari kefakiran dan kebangkrutannya. Dalam hal ini, ia tidak tercela karena maksudnya; karena pada hakikatnya; ia memang benar-benar memerlukan. Dan kefakiran serta keperluannya itu adalah sesuatu yang mesti ada pada dirinya. Karena itu, untuk kesempurnaan dirinya hendaknya ia berusaha keras mendapatkan apa yang bermanfaat baginya, dan hendaknya ia tidak putus asa. Allah befirman, "Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik kepada dirimu sendiri." (Al-Israa':7).

"Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya secara cukup sedang kamu sedikit pun tidak akan dianiaya." (Al-Baqarah: 272). 

Allah befirman dalam sebuah hadits qudsi,"Wahai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya kalian tidak akan sampai pada manfaat-Ku, sehingga kalian bermanfaat bagi-Ku. Kalian tidak akan sampai pada madharat-Ku, sehingga kalian bisa memberi mudharat pada-Ku. Wahai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya ia hanyalah amalan-amalan kamu yang Aku  hitung untukmu, lalu Aku sempurna-kan untukmu (balasan) amalan-amalan itu. Maka siapa yang mendapatkan kebaikan maka hendaklah ia memuji Allah dan siapa yang mendapatkan selain daripada itu maka janganlah ia mencela kecuali dirinya sendiri" .* )

Jadi, makhluk itu tidaklah bertujuan pada pertama kalinya untuk memberikan manfaat padamu, tetapi ia bermaksud untuk kemanfaatan dirinya melalui kamu. Sedangkan Allah Ta'ala hanyalah menginginkan kemanfaatan bagimu dan tidak menginginkan kemanfaatan dengan melakukan hal itu, ia hanyalah kemanfaatan untuk dirimu saja yang betulbetul murni dari madharat apa pun. Ini jauh berbeda dengan keinginan makhluk untuk memberi manfaat bagimu, karena terkadang dalam manfaat itu terdapat madharat bagimu, meski terselubung.

Karena itu, renungkanlah hal ini!Sebab dengan memperhatikannya niscaya akan menghalangimu dari mengharap kepada makhluk atau bermuamalah dengannya dengan meninggalkan Allah Azza wajalla. Juga akan menghalangimu meminta manfaat daripadanya, atau agar ia menolak madharat daripadamu, serta akan menghalangi pula ketergantungan hatimu dengannya. Masalahnya, dia hanyalah ingin memanfaatkan dirimu, dan bukan sekedar memberi manfaat untukmu. Inilah kondisi makhluk yang sebenarnya antar sesama mereka. Dan demikian pulalah keadaan antara seorang anak dengan ayahnya, seorang suami dengan istrinya, hamba sahaya dengan tuannya, sekutu dengan sekutunya. Orang yang berbahagia adalah orang yang mempergauli mereka karena Allah dengan berbuat baik kepada mereka, dan iatidak mengharapkan kepada mereka bersama harapannya kepada Allah, ia mencintai mereka karena kecintaannya kepada Allah, tetapi ia tidak mencintai mereka bersama kecintaannya kepada Allah, sebagaimana yang dikatakan oleh para kekasih-kekasih Allah
*) Diriwayatkan Muslim (2577) dari Abu Dzar. Lihat Nashihatul Malikil Asyraf (19), Adh-Dhiya' AI Maqdisi serta komentar saya terhadap kitab tersebut."Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidakpula (ucapan) terimakasih." (Al-Insan: 9).

Masalah Kesembilan : Bahwasanya seorang hamba -yang dia adalah makhluk- tidak mengetahui maslahatmu kecuali setelah Allah memberitahu maslahat itu padanya, dan ia tidak mampu memberikannya padamu kecuali Allah mentakdirkan atasnya, dan ia tidak menginginkan maslahat itu untukmu kecuali setelah Allah menciptakan untuknya kehendak dan keinginan. Karena itu, segala masalah kembali kepada siapayang memulainya. Dan Dia adalah yang di Tangan-Nya segala kebaikan, dan kepadaNya semua permasalahan dikembalikan. Karena itu, ketergantungan hati dengan selain-Nya, baik dalam bentuk harapan, takut, tawakal atau ibadah hanyalah mengakibatkan bahaya belaka, tidak ada manfaat di dalamnya, dan kalaulah ada manfaat padanya maka Allah Ta'ala sematalah yang mentakdirkannya, yang memudahkan dan menyampaikan manfaat itu untuknya. 

Masalah Kesepuluh : Kebanyakan makhluk hanya menginginkan agar kebutuhan-kebutuhan merekaengkau penuhi, meskipun hal itu membahayakan agama dan duniamu. Tujuan mereka hanyalah terpenuhinya berbagai hajat mereka, meski hal itu memberi madharat bagimu. Adapun Allah Ta'ala maka Dia hanyalah ingin memberikan kemanfaatan untukmu, menginginkan kebaikan untukmu, dan tidak untuk kemanfaatan Diri-Nya, juga Ia menginginkan menolak bahaya dari-Mu. Lalu bagaimana Anda menggantungkan harapan dan ketakutan kepada selainNya? Dan inti dari masalah ini adalah hendaknya Anda pahami; jika seluruh makhluk berkumpul untuk memberikan manfaat bagimu maka sesungguhnya mereka tidak akan bisa memberimu manfaat kecuali dengan sesuatu yang telah dituliskan Allah untukmu. Dan jika seluruh makhluk berkumpul untuk memberikan madharat bagimu, maka tak suatu pun yang memudharatkanmu kecuali sesuatu yang telah ditulis oleh Allah Ta'ala buatmu.

*) Diriwayatkan Ahmad (1/293), At-Tirmidzi (2516), Abu Ya'la (2556) dari jalan Hanasy Asyh-Shan'ani dari Ibnu Abbas, dan sanad hadits ini hasan. Hadits ini juga memiliki jalan lain yang banyak yang telah dibahas oleh Al-Akh Muhammad bin Nashir AlAjami dalam ta'liq-ny& terhadap risalah Ibnu Rajab, Nurul Iqtibas fi Misykaati Washiyyatin Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam ila Ibnu Abbas (hal. 31-33), cet. 2.

Allah befirman, "Katakanlah,'Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah bagi kami. Dialah Pelindung kami dan hanyalah kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal'." (At-Taubah: 51).

Kesimpulan : Ketika manusia, bahkan setiap yang hidup dan bergerak dengan keinginan, tidak dapat dipisahkan dengan ilmu, keinginan dan usaha untuk keinginan itu. Dan bahwa dia memiliki sesuatu yang diingini dan dicari, memiliki jalan serta sebab yang menghantarkan pada keinginannya atau menolongnya sampaipadanya. Dan suatu saat sebab itu dari dirinya, terkadang dari luar dirinya yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan dirinya, dan terkadang pula dari dirinya dan dari luar dirinya maka sesuatu yang hidup secara fitrah adalah selalu memiliki tujuan dan keinginan pada sesuatu, meminta pertolongan pada sesuatu dan bersandar padanya dalam menggapai apa yang diinginkannya. Dan sesuatu yang diingini itu ada dua macam: Pertama, sesuatu itu diingini langsung pada sesuatu itu. Kedua, sesuatu itu diingini untuk sesuatu yang lain.

Dan sesuatu dimintai pertolongannya juga ada dua macam: Pertama, ia dimintai pertolongan langsung pada dirinya. Kedua, ia sekedar sebagai alat dan penyerta. Empat hal inilah yang dimaksud; sesuatu yang diingini langsung pada sesuatu itu, sesuatu itu diingini untuk sesuatu yang lain, ia dimintai pertolongan langsung pada dirinya dan ia sekedar sebagai alat serta penyerta bagi sesuatu yang dimintai pertolongan.

Karena itu, hati harus memiliki sesuatu yang dicari sehingga menenangkannya sekaligus ia merupakan puncak kecintaannya. Lalu, ia harus memiliki sesuatu sebagai perantara, yang menolongnya mencapai apa yang ia cari. Yang menolongnya itu adalah yang diseru dan yang diminta. Dan ibadah serta permohonanpertolongan adalah dua hal yang sering bersamaan. Maka, siapa yang hati seseorang bergantung padanya dalam rezki, kemenangan dan kemanfaatannya, niscaya ia akan merendah, tunduk dan menghinakan diri padanya, dengan demikian ia mencintainya dari sisi ini, meskipun ia tidak mencintainya langsung padanya.

Akan tetapi, terkadang realita menunjukkan bahwa ia sampai mencintainya secara langsung, dan ia lupa maksud awal daripadanya. Adapun siapa yang hati seseorang mencintai, menginginkan dan menujunya, maka terkadang ia tidak meminta pertolongan padanya, tetapi ia meminta pertolongan kepada orang lain untuk sampai padanya. Seperti orang yang mencintai harta, kedudukan atau wanita. Jika ia mengetahui bahwa orang yang ia cintai itu mampu menghantarkannya pada maksudnya, maka ia meminta pertolongan padanya, sehingga berkumpullah padanya dua hal, kecintaan pada orang itu sekaligus permohonan pertolongan padanya. Jadi, dalam hal ini ada empat macam: 

Pertama, yang dicintai karena diri dan dzatnya, ia pun sekaligus dimintai pertolongan, ini adalah tingkatan yang paling tinggi, dan itu tidak dimiliki kecuaH oleh Allah semata, dan segala sesuatu selain-Nya hendaklah dicintai karenakecintaan kepada-Nya, dan diminta pertolongan karena ia hanya sebagai alat dan sebab. Kedua, yang dicintai karena lainnya, tetapi ia dimintai pula pertolongan, seperti seseorang yang dicintai, sementara ia juga mampu mencapaikan maksud orang yang mencintainya.  Ketiga, yang dicintai dan dimintai pertolongan dengan lainnya. Keempat, yang dimintai pertolongan, tetapi ia sendiri tidak dicintai. 

Jika keempat hal ini telah diketahui, maka menjadi jelaslah siapa di antara keempat macam tersebut yang lebih berhak mendapatkan penyembahan dan permohonan pertolongan. Dia adalah Allah. Dan bahwa mencintai serta memohon pertolongan kepada yang lain, hanyalah sebagai perantara untuk mencintai atau memohon pertolongan pada-Nya. Jika tidak demikian, niscaya hal itu akanmembahayakan hamba sendiri, dan bahwa kerusakannya jauh lebih besar daripada maslahatnya. Hanya Allahlah sebagai tempat memohon pertolongan dan kepadaNyalah kami bertawakal.

1 comment:

  1. Toko Mesin Murah · Jual Mesin · Susu Listrik · Portal Belanja Mesin Makanan, Pertanian, Peternakan & UKM · CP 0852-576-888-55 / 0856-0828-5927

    ReplyDelete