Filsafat Muslim : Al-Din Tusi (BAIK DAN BURUK)
Baik dan Buruk
Baik dan buruk terdapat di dunia ini. Penonjolan yang buruk tidak sesuai dengan kebaikan Tuhan. Untuk menghindari kesulitan ini, kaum Zoroester menganggap bahwa cahaya dan kebaikan berasal dari Yazdan, sedangkan kegelapan dan keburukan dari Ahriman.
Tapi keberadaan kedua prinsip yang setingkat dan netral itu sendiri melibatkan suatu ketidaksesuaian metafisik. Dengan menolak pendangan tentang dasa ini, Tusi menjelaskan realitas dan obyektifitas keburukan dengan dorongan ibn Sina, leluhur spiritaulnya.
Menurut Tusi, yang baik datang dari Tuhan, sedangkan yang buruk muncul sebagai kebetulan (‘ard) dalam perjalanan yang baik itu. Kebaikan, misalnya, merupakan bijih gandum yang ditaburkan di atas tanah dan disirami sehingga tumbuh menjadi tanaman dan menghasilkan panen yang melimpah. Keburukan itu seperti busa yang muncul di atas permukaan air, bukan dari air itu sendiri. Dengan begitu maka tidak ada prinsip buruk di dunia ini, tapi sebagebetulan, ia merupakan suatu kebetulan yang diperlukan atau hasil dari suatu hal.
Dalam dunia manusia, keburukan kadang terjadi lantaran kesalahan penilaian atau penyalahgunaan karunia Tuhan yang berupa kehendak bebas.
Tuhan sendiri menghendaki kebaikan yang menyeluruh, tapi selubung indera, imajinasi, kesenangan dan pikiran menutupi pandangan kita dan mengaburkan pandangan mental kita. Dengan begitu maka kebijaksanaan tidak berhasil memperkirakan akibat-akibat dari tindakan, yang mengakibatkan adanya kesalahpilihan, yang pada gilirannya menimbulkan keburukan.
Lagi, penilaian kita mengenai keburukan selalu relatif sifatnya dan juga metaforis, yaitu bahwa penilaian selalu mengacu pada sesuatu.
Misalnya, ketika api membakar gubuk milik seorang miskin atau banjir melanda sebuah desa, suatu pemburukan pada api atau air, malah ketiadaan keduanya akan merupakan suatu keburukan penuh bila dibandingkan dengan keburukan yang kadang ditimbulkan oleh keberadaan keduanya.
Akhirnya, keburukan muncul dari kebodohan, atau akibat dari cacat fisik, atau kekurangan sesuatu yang bisa mendatangkan kebaikan. Ketakhadiran siang adalah malam, kekurangan harta adalah kemiskinan, dan ketiadaan kebaikan adalah keburukan. Oleh karena itu, pada hakikatnya, keburukan merupakan ketiadaan sesuatu – sesuatu yang negatif, bukan positif.
Mengenai mengapa suatu dosa yang terbatas dikenai hukuman yang tak terbatas dari Tuhan, Tusi menjawab bahwa merupakan suatu kesalahan untuk menisbahkan pahala atau hukuman kepada Tuhan. Sebagaimana yang baik, pada dsarnya dan mesti, pantas menerima karunia dan kebahagiaan abadi, maka yang tidak baik juga, pada dasarnya dan mesti, pantas menerima hukuman dan kesedihan abadi pula.
Gambar : Link
No comments