Filsafat Muslim : Al-Din Tusi (Ilmu Rumah Tangga)




Ilmu Rumah Tangga Al-Din Tusi

Dengan menyatakan rasa berhutangnya terhadap ibn Sina, Tusi mendefinisikan rumah (manzil) sebagai hubungan istimewa antara suami dan istri, orangtua dan anak, tuan dan hamba serta kekayaan dan pemiliknya.

Tujuan ilmu rumah tangga (tadbir-i manzil) adalah mengembangkan sistem disiplin yang mendorong terciptanya kesejahteraan fisik, sosial dan mental kelompk utama ini, dengan ayah sebagai pemegang kendalinya. Fungsi ayah adalah menjaga dan memperbaiki keseimbangan keluarga.

Kekayaan diperlukan guna mencapai tujuan-tujuan pokok pemeliharaan-diri serta pemeliharaan keturunan. Untuk memperolehnya, Tusi menyarankan agar manusia bekerja secara terhormat dan mencapai kesempurnaan dalam pekerjaan itu, tanpa melaksanakan ketidakadilan, kekejian ataupun kekejaman. Penataan rambut dan pembersihan sampah, tak diragukan lagi, merupakan pekerjaan yang menjijikan tapi diperlukan demi kelayakan sosial.

Tusi menganggap menabung harta sebagai tindakan yang bijaksana, asalkan hal itu tidak didorong oleh sifat tamak dan kikir, dan tidak mendatangkan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga atau mengundak resiko bagi keutuhan dan harga diri seseorang did alam masyarakat. Mengenai kelayakan, secara umum dia membela sikap menengah. Orang tak perlu mengeluarkan harta kalau hal itu menimbulkan keberlebihan, keberpameran, kesalahhitungan dan kepelitan.

Bukan kepuasan syahwat, tapi keayahan dan perlindungan atas milikanlah yang menjadi pokok perkawinan. Itelegensi, integritas, kemurnian, kesederhanaan, kecerdasan dankelembutan hati, dan terlebih, kepatuhan terhadap suami merupakan sifat-sifat yang harus ada pada diri seorang istri. Memang baik kalau si istri memiliki keterhormatan, kekayaan serta kecantikan, tapi semua ini menjadi tidak berarti kalau tidak dibarengi dengan intelegensi, kesederhanaan dan kemurnian.

Kesejahteraan mengharuskan suami memiliki banyak gagasan. Dia boleh saja baik dan bermurah hati terhadap istrinya, tapi kalau sudah menyangkut masalah-masalah yang lebih luas dari rumah tangganya, dia harus menghindar dari kecintaannya yang berlebihan, tidak boleh membuka rahasia serta membicarakan masalah-masalah penting dengannya.

Poligami tidak dikehendaki sebab hal itu bisa mendatangkan kekacauan dalam rumah tangga. Wanita pada dasarnya lemah pikiran dan secara psikologis cemburu terhadap pasangan lain suaminya dalam merebut cinta dan kekayaannya. Dengan berat hati Tusi memberikan kelonggaran poligami kepada para raja, sebab mereka memerintahkan kepatuhan tanpa syarat, tapi sebagai langkah yang bijaksana mereka disarankan agar menghindari hal itu.

Laki-laki bagi keluarga sama dengan jantung bagi tubuh, dan karena satu hati tidak dapat menghidupi dua tubuh, maka begitu juga seorang laki-laki tidak dapat mengurus dua keluarga. Sedemikian suci kehidupan rumah tangga di mata Tusi sampai-sampai dia menyarankan agar jangan kawin kalau tidak mampu menjaga keseimbangan keluarga.

Mengenai disiplin anak-anak, Tusi juaga mengikuti pendapat ibn Miskawaih, memulai dengan penanaman moral yang baik lewat pujian, hadiah dan celaan yang halus. Dia tidak menyukai celaan yang sering diucapkan serta teguran terbuka celaan yang sering diucapkan akan meningkatkan godaan, sedang teguran terbuka akan mengundang kebencian.

Setelah memberi mereka aturan-aturan makan, berpakaian, bercakap-cakap, bersikap dan tatacara bergaul dalam masyarakat, anak-anak harus dilatih untuk memeilih pekerjaan yang sesuai dengan mereka. Anak perempuan harus dilatih menjadi istri serta ibu yang baik dalam rumah tangganya nanti.

Tusi menutup pembahasan ini dengan menekankan sekali pemerhatian hak-hak orang tua, sebagaimana ditetapkan oleh Islam. Secara psikologis, anak-anak baru bisa menyadari hak-hak ayahnya, setelah mereka mencapai usia yang membuat mereka bisa membeda-bedakan sesuatu, sedangkan mengenai hak-hak ibunya, mereka telah melihat dengan jelas sejak awal sekali.

Dari sini Tusi berkesimpulan bahwa hak-hak ayah terutama bersifat mental,s edangkan hak-hak itu bersifat fisik. Jadi dari ayahnya seseorang merasa berutang karena pengabdian tanpa pamrih san ayah, dan dari ibunya karena disediakan makanan, pakaian dan kenyamanan-kenyamanan fisik lainnya.

Terakhir, pelayan bagi sebuah keluarga sama artinya dengan tangan dan kaki bagi manusia. Tusi menyarankan agar ia diperlakukan dengan baik, sehingga ia merasa tergugah untuk menyamakan sikapnya dengan sikap majikannya. Tujuan utamanya ialah agar ia melayani tuannya atas dasar cinta, penghormatan danpengharapan, dan bukan karena kebutuhan, paksaan atau ketakutan, yang membuat ketidaknyamanan di dalam rumah tangga.

Ringkasnya, bagi Tusi, rumah adalah pusat kehidupan keluarga. Pemasukan, tabungan, pengeluaran dan disiplin istri, anak serta pelayan, semuanya merupakan pencipta kesejahteraan keluarga.

No comments