Filsafat Muslim : Filsafat Ibn Rusyd (Jalan Menuju Wujud)




JALAN MENUJU WUJUD

Dua jenis metafisik yang berbeda diterima oleh bangsa Arab, yaitu metafisik tentang Wujud dan metafisik tentang Yang Esa. Yang Pertama dari Aristoteles, dan yang kedua dari Plotinus. Karena Enneads-nya Plotinus dianggap secara keliru sebagai karya Aristoteles, maka al-Kindi menjadi bingung antara kedua sistem itu dan tidak dapat menyelaraskan keduanya. Al-Farabi lebih cenderung kepada filsafat tentang Yang Esa.

Dia menyatukan kedua sistem itu menjadi Wujud Utama, Tuhan, Yang Esanya Al-Quran dan Yang Esanya Plotinus. Jalan menuju Yang Esa cenderung menjadi jalan mistis, sedang jalan menuju Wujud bersifat logika murni. Filsfat Al-Farabi berbaur dengan anggur mistisisme.

Ibn Sina, yang mengikuti jalan yang telah dibuka oleh al-Farabi, memandang masalah itu, dari sudut pandang baru, yaitu dari perbedaan antara yang utama dan yang bergantung, tapi di masa tuanya dia berpikir tentang penyatuan Yang Esa dan Yang Maujud dengan semacam perbedaan ke arah mistisisme ma’rifat.

Ibn Rusyd kembali kepada doktrin asli Aristoteles dan membebaskan dirinya dari beban Neo Platinisme. Wujud dan jalan untuk mencapainya adalah yang menjadi obyek dari risalah pendeknya Talkhis yang membahas perihal metafisik. Pada permulaan risalahnya dia mengatakan : “Tujuan kami adalah mengambil dari Methaphysics-nya Aristoteles ajaran-ajaran teoritisnya.

Sebagai pengikut setia Aristoteles, dia mendefinisikan metafisika sebagai pengetahuan tentang Wujud. Metafisika adalah bagian dari ilmu-ilmu teoritis. Ia mempelajari Kemaujudan secara mutlak (bi-itlaq) prinsip-prinsip non bendawi hal-hal fisis yang dapat dirasakan seperti kesatuan, kemajemukan, kemampuan, aktualitas, dan sebagainya sebab-sebab segala yang ada di samping Tuhan dan wujud-wujud suci.

Ilmu fisika berhubungan dengan sebab-sebab dari wujud-wujud. Sedangkan metafisik mempelajari sebab-sebab tertinggi dari hal-hal tertentu.

Pokok soal metafisik itu ada tiga: studi mengenai (1) hal-hal yang dapat dirasa dan genus mereka, yaitu sepuluh kategori (2) prinsip-prinsip substansi, wujud-wujud tersendiri dan bagaimana mereka berhubungan dengan Prinsip Pertama, yang merupakan Kesempurnaan Utama dan Sebab Utama, dan (3) ilmu-ilmu tertentu untuk membetulkan cara-cara berpikir yang menyesatkan.

Jelaslah bahwa bagian kedua dari pembagian ini adalah yang paling mendasar sifatnya, dan yang dua lainnya berkaitan dengannya. Karenanya ibn Rusyd memberikan definisi yang lebih, mengenai metafisik. “Metafisik adalah ilmu yang mempelajari keterhubungan hal-hal yang ada, mengenai tatanan hirarki sebab mereka sampai mencapai Sebab Utama.”

Karena itu, pengetahuan mengenai Wujud berupa apenyelidikan akan sebab dan prinsip-Nya. Pengetahuan yang benar sesuai dengan kemaujudan. Ibn Rusyd menghadapkan kemaujudan metal dengan kemaujudan eksternal dengan maksud jika yang ada di dalam pikiran kita sesuai dengan yang ada di luar, berarti Wujud itu benar.

Maka, dua makna yang berbeda diterapkan pada Kemaujudan, yang satu bersifat epistemologis dan yang satunya lagi bersifat ontologis, mana di antara keduanya itu yang merupakan asal usul dari yang lainnya, esensi atau kemaujudan? Tidak ada kekacauan dalam sistem ibn Rusyd yang menyangkut masalah ini. Kemaujudan-kemaujudan lahiriah merupakan dasar bagi pengetahuan kita. Jika suatu wujud ada di dalam pikiran kita tanpa memiliki keberadaan sejati di luar, maka ia bukanlah suatu wujud, tapi hanya suatu kemaujudan seperti sebuah gagasan yang tak masuk akal misalnya.

Oleh karena itu, wujud dan eksistensi kemaujudan satu dan sama. Berkemaujudan berarti menjadi nyata. Kriteria Wujud yaitu eksistensinya yang nyata, entah dalam bentuk potensi atau tindakan. Materi utama memiliki wujud, meski ia tak pernah bermaujud tanpa bentuk. Kalau akal diikatkan dengan keberadaan-keberadaanb lahiriah, maka wujud yang ada di luar menjadi di dalam pikiran dalam bentuk konsep atau esensi. Maka keberadaan disyaratkan berada dalam wujud.

Keberadaan-keberadaan lahiriah disebut substansi. Substansi adalah yang pertama dari sepuluh kategori itu yang lain adalah substansi-substansi sekunder. Substansi Utama memiliki substansialitas lebih banyak dibandingkan substansi sekunder. Kalau kita mengatakan, “Socrates itu seorang laki-laki”, ini berarti, bahwa Socrates itu lebih substansial dibandingkan manusia, kemanusiaan atau kelakian.

Sementara itu, kelakian sama nyatanya dengan Socrates. Baik yang bersifat universal maupun yang tertentu merupakan substansi. Hal-hal tertensu memiliki kemaujudan yang dapat dicapai dengan indera, dan yang bersifat universal dapat dicapai dengan akal. Tapi substansi itu merupakan titik mula dalam seluruh metafisiknya ibn Rusyd.

Benda-benda fisis lainnya dianggap terdiri atas dua prinsip, yaitu materi dan bentuk. Ini tidak sepenuhnya benar, sebab sebuah benda tidak hanya terdiri atas materi saja atau bentuk saja ia secara keseluruhan terdiri atas yang dua itu. Ia merupakan suatu gabungan. Keseluruhan ini merupakan tambahan bagi dua prinsip tentangn Wujud.

Karenanya, prinsip-prinsip dan substansi-substansi yang dapat dirasa itu ada tiga. Benda merupakan suatu kesatuan yang memiliki banyak bagian. Yang kami maksud adalah keseluruhan yang terdiri atas materi dan bentuk.

Beberapa filosof, misalnya ibnu Sina, berpendapat bahwa setiap benda fisis memiliki dua bentuk, yaitu bentuk spesifik dan bentuk jasmaniah. Yang disebut terakhir itu, forma corporitas, terdiri atas tiga dimensi yang membuat benda dapat bergerak dalam ruang. Menurut ibn Sina, bentuk jasmani merupakan substansi dan penyebab kemaujudan pada wujud-wujud fisis.

Ibn Rusyd menolak pandangan ini dan mengatakan bahwa ibn Sina sepenuhnya salah.mereka memiliki dua jenis kemaujudan, yang satu dapat dicapai dengan indera dan yang satunya lagi dapat dicapai dengan akal. Materi merupakan sebab jasmaniah mereka, sedangkan bentuk merupakan sebab kejelasan mereka.

Suatu benda dikenal lewat definisinya, yang menunjukkan esensinya; dan definisi terdiri atas bagian-bagian, yaitu genus dan diferensia.

Genera, spesies dan diferensia bersifat unibversal. Nah, apakah yang esensi atau yang universal itu sama dengan benda-benda, ataukah mereka berbeda? Yang universal sama dengan yang tersendiri, karena mereka mendefinisikan esensi mereka. Mereka yang berpendapat bahwa yang universal itu memiliki kemaujudan terpisah dan dapat memenuhi kebutuhannya sendiri, akan berada dalam pertentangan yang sangat sulit untuk dicari jalan keluarnya. Dalam pandangan mereka, pengetahuan manusia menjadi mungkin hanya bisa yang universal itu memiliki kemaujudan nyata tersendiri.

Tapi, jelaslah bahwa bagi pengakalan esensi, tidak perlu kita kemukakan pendapat mengenai keterpisahan dan yang universal itu. Mereka bermaujud hanya di dalam pikiran kita sebagai konsep-konsep yang tidak bermateri. Karena ajaran ini merupakan suatu konseptualisme, yang bertentangan dengan realisme dan nomalisme. Pikiran manusia menepati tempat terhormat di dalam alam dan memainkan peran aktif dalam mencari pengetahuan.

Terlebih, yang bersifat universal itu tidak kekal dan tidak tetap sebagaimana diyakini oleh idealisme Platonis. Memang sepanjang menyangkut esensi, yang bersifat universal itu kekal, sebab esensi tidak dapat rusak. Tapi kalau menyangkut individu yang pada dasarnya dapat rusak, yang bersifat universal dapat rusak dan dapat berubah sepanjang ia masih menjadi bagian dari gabungan materi dan bentuk. Substansi pertama adalah ya “ini”.

Bagaimana yang bersifat universal itu dapat kekal dan sekaligus dapat rusak? Atau, seperti dikemukakan ileh ibn Rusyd, “Bagaimana wujud-wujud yang kekal dapat menjadi prinsip-prinsip dari benda-benda yang dapat rusak?” Kesulitan ini dipecahkan dengan menunjuk kepada potensi dan aktualitas. Skala wujud tersusun dari potensi murni sampai aktualitas murni.

Materi utama adalah potensi murni ia hanya dapat bermaujud dalam suatu wujud yang berpadu dengan bentuk. Keberadaan-keberadaan terendah merupakan empat unsur yang membentuk hal-hal yang dapat dirasa. Potensi (dalam bahasa Yunani dinamika) dapat dipahamis ebagai kemungkinan atau sifat. Potensi juga dapat dianggap sebagai lawan dari aktualitas.

Nah, substansi pertama dapat bermaujud dalam aktualitas atau dalam potensi. Materi yang melekat pada substansi adalah potensialitasnya. Potensialitas ini berbeda-beda tingkatnya tergantung dekat dan jauhnya. Manusia, misalnya, secara potensial pertama adalah yang dekat dan potensi yang berikutnya adalah yang jauh.

Empat syarat harus dipenuhi oleh suatu benda yang akan bermaujud: (1) subyek yang paling dekat, (2) sifatnya, (3) sebab pendorongnya, (4) ketiadaan sebab-sebab yang mencegahnya. Misal, seorang yang sakit. Tidak semua orang sakit berkemungkinan bisa disembuhkan, dan orang yang mendapatkan kemungkina itu harus juga mendapatkan sifatnya. Selain dua syarat ini, dia harus memiliki sebab efisien yang membawanya dari sakit menuju sehat asalkan tidak ada pencegah-pencegah dari luar. Masalah obyek-obyek alamiah itu sama dengan masalah ibyek-obyek tiruan.

Akibatnya, selalu ada sebab penggerak yang membuat suatu beda bermaujud dalam aktualitas. Kadang, ada lebih dari satu sebab penggerak. Misal, roti memiliki potensi untuk berubah menjadi daging dan darah, dan sebagaimana sebab penggerak itu, ia memiliki mulut, perut, hati dan sebagainya. Sebab yang jauh adalah potensi pada unsur untuk berubah menjadi daging. Dengan sebab-sebab ini, roti membutuhkan suatu sebab yang sangat jauh, yaitu benda-benda angkasa.

Karena benda-benda fisik itu terdiri atas materi dan bentuk, maka potensi selalu diakibatkan oleh adanya materi, sedang aktualitas selalu diakibatkan oleh adanya bentuk. Bentuk, yang merupakan tindakan, ada sebelum adanya materi pada setiap hal, sebab bentuk juga merupakan sebab efisien dan sebab akhir. Sebab akhir adalah sebab dari segala sebab, karena sebab-sebab yang lain itu ada karena sebab akhir tersebut.

Selanjutnya, potensi tidak mendahului tindakan, sebab potensi tidak pernah bisa dipisahkan dari tindakan. Materi dan bentuk sama bermaujud dalam suatu wujud. Sebab penggerak suatu wujud fisik bermaujud sebelum wujud itu sendiri. Harus ada perbedaan yang tegas antara penggerak dan sebab efesien. Sebab peneggerak hanya berlaku untuk mengubah tempat, yaitu gerak penafsiran. Semua perubahan yang lain, terutama perluasan dan kerusakan, disebabkan oleh sebab-sebab efisien.

Benda-benda angkasa digerakkan oleh sebab penggerak, bukan sebab efisien, sebab gerak mereka terwujud di angkasa dan mereka tidak berubah. Mereka merupakan hal-hal yang berada di antara tindakan murni dan hal-hal yang ada, yang kadang bermujud dalam potensi dan kadang bermujud dalam tindakan. Kesamaan mereka dengan hal-hal yang ada dalam tindakan terletak pada kekekalan dan pada ketidak rusakan mereka. Kesamaan mereka dengan benda-benda yang bermaujud dalam potensi dan muncul dalam aktualitas, terletak pada perubahan tempat mereka, gerak melingkar mereka dan udara.

Ibn Rusyd mengakhiri pembahasan tentang hal ini dengan mengatakan:
“Pikirkanlah bagaimana takdir Tuhan itu mengatur dan menyatukan kedua jenis keberadaan itu. Di antara tindakan murni dan potensi murni, takdir menepatkan jenis potensi ini, yaitu potensi di udara, yang lewat potensi tersebut kemaujudan-kemaujudan kekal dan yang dapat rusak dihubungkan.

Selanjutnya, tindakan mendahuli potensi dalam hal kehormatan dan kesempurnaan, sebab kejahatan merupakan kecacatan atau salah satu dari dua pertentangan itu, seperti penyakit yang meski bermaujud, dianggap buruk karena ketidaksehatan; dan karena potensi mempunyai kemungkinan untuk menjadi salah satu dari dua pertentangan itu, maka ia tidak sepenuhnya baik. Tindakan murni merupakan kebaikan mutlak.

Oleh sebab itu, semakin dekat hal-hal itu dengan Prinsip Pertama yang merupakan tindakan murni, semakin baiklah mereka. Benda-benda angkasa mencapai prinsip-prinsip mereka dari Prinsip Pertama itu, yaitu Tuhan. Begitu pula, segala yang di atas bumi ini, yang baik merupakan hasil dari kehendak dan rancangan-Nya.

Sedangkan yang jahat, ia bermujud dikarenakan oleh materi. Dunia ini, sebagaimana adanya, adalah dunia yang paling baik. Dunia ini dapat tidak bermaujud sama sekali, atau bermaujud, karena memiliki beberapa keburukan demi kebaikan yang lebih besar.

Waktu merupakan rangkaian ketentuan yang kekal yang tunduk kepada suatu gerak kekal, yang terus menerus dan tunggal, karena yang tunggal itu terus menerus ada. Jelaslah, bahwa ibn Rusyd menegaskan kekekalan dunia ini atas dasar anggapan bahwa gerakan dan waktu itu kekal.

Kekekalan dunia ini merupakan pembahasan pertama dan paling panjang di dalam Thahafut-nya al-Ghazali. Seluruh pembahasan itu, seperti telah disebutkan di atas, hanya bernilai sejarah karena itu, kita tidak perlu memikirkannya.

Penggerak Pertama menggerakkan gerak pertama dengan hasrat, bukan dengan penggambaran. Dunia itu hidup, yaitu ia memiliki jiwa. Ia juga memiliki intelegensi. Benda-benda angkasa itu digerakkan bukan lewat perasaan dan penggambaran, sebagaimana hewan, tapi lewat konsepsi intelegensi. (Intelegensi disebutkan sepanjang menyangkut benda-benda angkasa kalau menyangkut manusia disebut akal).

Benda-benda angaksa tidak memiliki perasaan, karena perasaan ada pada hewan demi kelestarian hidup mereka. Penggambaran ada pada hewan demi tujuan yang sama. Benda-benda angkasa tidak membutuhkan kelestarian hidup, sebab mereka kekal.

Gerakan mereka merupakan hasil dari hasrat (syauq) melalui pengakalan. Penggerak pertama, cakrawala digerakkan oleh suatu hasrat yang paling mulia – hasrat akan Kebaikan Utama. Oleh karena itu, penggerak-penggerak benda-benda angkasa merupakan intelegensi yang mereka sendiri tidak bergerak. Ada tiga puluh delapan penggerak dan sembilan lingkungan.

Intelegensi kesepuluh, atau Intelegensi Agens, adalah penggerak terakhir. Ia menggerakkan lingkungan bulan. Ia merupakan sebab dari gerak benda-benda lingkungan bulan. Intelegensi membentuk unsur-unsur dan hal-hal yang ada lainnya.

Manusia adalah mahluk paling dekat dengan benda-benda angkasa, hal ini dikarenakan oleh akal. Dia berada di antara yang kekal dan yang fana. Lewat intelegensi agen, dia memperoleh bentuk-bentuk yang meruapakan hasil dari intelegensi agen itu. Dengan begitu, hubungan dengan intelegansi agen dapat diwujudkan. Dan dalam lingkungan inilah, terletak kebahagiaan manusia.

No comments