Filsafat Muslim : Filsafat ibn-Bajjah (AKAL DAN PENGETAHUAN)




Akal Dan Pengetahuan

Menurut ibn Bajjah, akal merupakan bagian terpenting manusia. Ia berpendapat bahwa pengetahuan yang benar dapat diperoleh lewat akal yang merupakan satu-satunya sarana yang melaluinya kita mampu mencapai kemakmuran dan membangun kepribadian. Sesuatu telah dikatakan mengenai sumber akal dan cara kerjanya.

Kutipan-kutipan ini akan menjelaskan masalah itu:

“Perlu bagi orang melihat dengan wawasannya sendiri isi unsur imajinatifnya, sebagaimana dia melihat obyek-obyek dengan matanya dan dapat membedakan sepenuhnya obnyek-obyek itu. Dia yakin dapat memahami bahwa obyek-obyek itu berkali-kali terkesankan pada unsur imajinatif.

Banyak obyek yang dapat dibayangkan memiliki satu atau lebih dari satu individu di dalam unsur imajinatifnya. Maka juga memiliki hal-hal yang menyangkut individu-individu itu, yaitu ukuran, warna, pengetahuan, kesehatan, penyakit, gerakan, waktu, ruang dan kategori-kategori lain.

Dengan menyadari semua ini, manusia lewat wawasannya melihat bahwa unsur rasional itu menelaah obyek-obyek imajinasi dan mencerap sifat-sifat umum mereka, yaitu perbedaan yang membedakan mereka dari obyek-obyek rasa, yaitu perbedaan yang atas dasar itu mereka dipandang sebagai individu-individu dan dikenali sebagai obyek-obyek yang dapat dipahami.

Orang juga harus menyadari bahwa semua perbedaan ini dilihat oleh unsur rasional lewat rahmat Tuhan yang melimpahi mereka, sebagaimana obyek-obyek pandangan tampak oleh pikiran yang dapat mencerap lewat cahaya matahari yang menimpa mereka, yang tanpa cahaya itu mereka tetap tak terlihat.

Melalui rahmat itu pula keseluruhannya terkenali lewat bagian-bagiannya dan ditentukan sebagai lebih besar dari bagian-bagian itu.

Dan lagi, bilangan-bilangan yang dianggap sebagai angka dinyatakan oleh rahmat ini sebagai berbeda dan banyak bila penyelidikan akan ciptaan Tuhan makhluk-makhluk langit dan bumi, malam dan siang, para rasul, wahyu, impian-impian dan apa yang dicuapkan oleh lidah peramal diulang-ulang sehingga manusia mencerap hal-hal itu lewat unsur imajinatif, dan unsur rasional melihat eksistensi obyek-obyek yang tercerap oleh pikiran atau pin inderawi lewat wawasannya yang murni, sederhana dan kahs.

Pandangannya menjadi luas dan ia ingin mengetahui sebab-sebab adanya makhluk-makhluk itu yang menjadi bisa dipahami. Unsur rasional tidak mengenal obyek-obyek pengetahuan secara memadai kecuali bila ia mengenal mereka lewat empat sebab bentuk, materi agen dan tujuan. Adalah perlu mengetahu semua sebab ini yang menyangkut obyek-obyek yang tak dapat tidak memiliki mereka. Manusia pada dasarnya cenderung menyelidiki dan mengenal semua ini.

Pencariannya mencakup keempat sebabobyek-obyek persepsi- rasa. Ini jelas sekali pada obyek-obyek seni dan obyek-obyek alam. Dia lebih tertarik untuk mengetahui sebab-sebab obyek-obyek yang dapat dipahami, sebab penyelidikan ini dianggap suci, tinggi dan bermangfaat.

Akhirnya, lewat penyelidikan akan sebab-sebablah manusia mencapai keimanan kepada Tuhan, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan akhirat.”


“Lihatlah.” Kata ibn Bajjah, “Keajaiban-keajaiban yang ada di antara akal dan unsur imajinasi lewat ruh-mu (soul) yant ajam. Engkau dapat melihat dengan pasti bahwa akal mendapatkan obyek-obyek pengetahuan yang disebut hal-hal yang dapat dicerapd ari unsur imajinatif, dan memberikan sejumlah obyek pengetahuan lain kepada unsur imajinatif.

Ambillah sebagai misal, ideal-ideal moral dan artistik, atau obyek-obyek pengetahuan yang merupakan kejadian-kejadian yang bisa terjadi dan mewujud di dalam unsur imajinatif sebelum kejaidna-kejaidna tersebut terjadi, atau kejadian-kejadian yang belum terjadi tapi telah masuk ke dalam unsur imajinatif bukan lewat organ-organ rasa melainkan lewat akal, seperti dalam hal impian-impian yang benar. Hal yang paling mencengankan pada unsur imajinatif ialah keterhubungannya dengan wahyu dan ramalan.

Maka jelaslah dalam hal ini bahwa apa yang diberikan oleh akal kepada imajinasi manusia bukanlah berasal dari akal itu sendiri, melainkan timbul dalam imajinasi lewat suatu agen yang telah dikenal sebelumnya, dan mampu menciptakannya. Tuhanlah yang , lewat kehendak-Nya, menyebabkan penggerak lingkungan-lingkungan aktif beraksi atas dasar lingkungan-lingkungan pasif.

Misalnya, bila Dia bermaksud mewujudkan apa yang akan terjadi di alam nyata ini, pertama-tama Dia memberitahu malaikat dan lewat mereka pengetahuan ini disampaikan kepada akal manusia.

Pengetahuan ini sampai kepada manusia sesuai dengan kemampuannya untuk menerima pengetahuan itu. Ini terbukti pada hamba-hamba saleh Tuhan yang telah ditunjuki-Nya jalan yang benar dan yang setia kepada-Nya, terutama para rasul yang kepada mereka Dia mewujudkan peristiwa-peristiwa menakjubkan yang akan terjadi di alam raya ini lewat malaikat-malaikat-Nya, baik ketika mereka sedang jaga maupun tidur.

“Tuhan SWT memanifestasikan pengetahuan dan perbuatan kepada makhluk-makhluk-Nya yang ada. Setiap makhluk menerima ini semua dari-Nya sesuai dengan tingkat kesempurnaan eksistensi masing-masing: akal menerima dari-Nya pengetahuan sesuai dengan kedudukannya, dan lingkungan menerima dari-Nya sosok-sosok dan bentuk-bentuk fisik sesuai dengan tingkat dan kedudukan mereka.

Setiap benda angkasa memiliki akal dan ruh (soul) yang lewat keduanya ia melakukan tindakan-tindakan tertentu yang bisa dicerap lewat imajinasi, seperti imajinasi pemindahan dari suatu tempat imajiner yang terus ada.

Dikarenakan oleh pemindahan khusus yang dapat dicerap inilah, muncullah tindakan-tindakan tertentu yang dapat dicerap oleh benda-benda yang mewujud dan lenyap. Hal ini paling nyata pada matahari dan bulan di antara benda-benda angkasa lain.

Lewat akallah manusia mengenal ilmu-ilmu dan disingkapkan kepadanya oleh Tuhan, hal-hal yang dapat dipahami, peristiwa-peristiwa tertentu yang terjadi pada saat sekarang dan masa mendatang, dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa lalu. Inilah pengetahuan tentang yang gaib yang diberikan Tuhan kepada hamba-hamba pilihan-Nya lewat malaikat-malaikat-Nya.
Selanjutnya ibn Bajjah memaparkan sifat pengetahuan manusia dan tingkat-tingkatnya, dia berkata:

“Pengetahuan manusia berarti bahwa dia melihat yang bereksistensi dan eksistensi sempurna mereka dalam akalnya lewat wawasan ruh (soul)nya, yang merupakan rahmat dari Tuhan".

Rahmat Tuhan ini berbeda-beda, pada masing-masing manusia, wawasan yang paling hebat adalah dimiliki oleh para Nabi yang paling mengenal-Nya beserta makhluk-makhluk-Nya, dan mencerap pengetahuan suci itu dalam ruh (Soul) mereka sendiri lewat wawasan sempurna mereka tanpa mempelajarinya dan tanpa berusaha mempelajarinya.

Pengetahuan yang paling tinggi yaitu pengetahuan mengenai Tuhan sendiri dan malaikat-malaikat-Nya, lalu pengetahuan mengenai kejadian-kejadian apa yang telah terjadi atau akan terjadi di alam raya ini – pengetahuan yang diperoleh lewat wawasan hati mereka, tanpa menggunakan mata mereka.

Di bawah derajat para nabi ialah derajat para wali Tuhan yang memiliki sifat paling baik, yang lewat sifat itu mereka mendapatkan dari para nabi sesuatu yang membuat mereka mampu mencapai pengetahuan mengenai Tuhan dan pengetahuan mengenai malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya.

Hari Kiamat dan rahmat yang paling tinggi, yang terus-menerus mereka saksikan dengan wawasan mereka, sesuai dengan tingkat rahmat Tuhan yang mereka terima. Orang-orang saleh ini juga menerima sedikit pengetahuan mengenai yang gaib dalam impian-impian mereka. Wali-wali Tuhan itu meliputi Para Sahabat Nabi.

Setelah mereka ialah sejumlah orang yang dikaruniai oleh Tuhan wawasan yang lewat wawasan itu mereka menyadari sepenuhnya realitas segala sesuatu, sampai tahap demi tahap mereka meraih pengetahuan mengenai Tuhan, malaikat-malaikat-Nya rasul-rasul-Nya da Hari Kiamat.

Mereka sadar lewat wawasan mereka bahwa mereka telah memperoleh kesempurnaan atau rahmat paling tinggi yang lestari tanpa rusak, mulia tanpa aib, dan kaya tanpa takut akan jatuh miskin. Orang-orang seperti ini, termasuk Aristoteles, sangat sedikit jumlahnya.”


Ibnu Bajjah percaya kepada kemajemukan akal dan mengacu pada akal pertama dan akal kedua. Ia berpendapat, akal manusia paling jauh adalah akal pertama. Lebih jauh dia menjelaskan tingkat-tingkat akal dengan mengatakan bahwa sebagian akal secara langsung berasal dari akal pertama, sebagian lain berasal dari akal-akal lain, hubungan antara yang diperoleh dan tempat asal akal yang diperoleh itu sama dengan hubungan cahaya matahari yang ada di dalam rumah dengan cahaya matahari yang ada di halaman rumah.

Pengetahuan tentangn sifat segala yang ada yang dimiliki oleh akal. Ada dua jenis:


(1) yang dapat dipahami tapi tidak dapat ditemukan, dan
(2) yang dapat dipahami dan dapat ditemukan.

Akal itu sendiri ada dua jenis pula:

(1) akal teoritis, yang lewat akal itu manusia memahami segala yang tidak dapat dimunculkannya, dan
(2) akal praktis, yang lewat akal itu dia mengangankan benda-benda tiruan yang dapat dia temukan.

Kesempurnaan akal praktis ada dalam pemahaman manusia akan obyek-obyek tiruan dan memaujudkan obyek-obyek tersebut sesuai dengan kehendaknya sendiri. Semua ini ditemukan lewat organ-organ tubuh manusia, baik dengan gerak organ-organ itu yang pada gilirannya menggerakkan beberapa instrumen luar. Hal ini terjadi bila obyek-obyek tiruan itu disempurnakan oleh kemauan manusia.

Organ-organ manusia bergerak dengan sendirinya, tapi bila sebuah obyek tiruan dibuat, maka organ-organ itu digerakkan oleh kemauan pertama-tama di dalam pikiran, lantas obyek itu dihasilkan di luar pikiran sesuai dengan imaji yang terbentuk di dalam pikiran itu sebelum organ-organ itu mewujudkannya, imaji ini merupakan suatu bayangan di dalam indera imajinatif ruh (soul) dan bersifat umum.

Imaji ini lenyap dari ruh (soul) yang memperoleh imaji lain, dan proses ini pun berlangsung terus. Kapanpun orang berkeinginan membuat satu obyek tertentu, maka dia membentk suatu imaji di dalam unsur imajinatif.

Lalu dia dapat melihat lewat wawasannya bahwa sebuah unsur lain ruh (soul) mengabstraksikan imaji ini di dalam unsur imajinatif dan mengalihkannya dari satu keadaan ke keadaan lain sampai eksistensinya sempurna di dalam ruh (soul), lalu dia menggerakan organ-organ itu untuk memaujudkan obyek itu.

Unsur ini, yang memahami dan mengabstraksikan dalam imajinasi disebut akan praktis. Bila dalam unsur imajinatif akal praktis itu pertama-tama mengabstraksikan imaji obyek tiruan itu sesuai dengan suatu bentuk dan ukuran tertentu, maka unsur yang bergerak itu menggerakkan organ-organ untuk menemjukan obyek tersebut.

Oleh karena itu, akal merupakan pembuat pertama obyek dan bukan organ-organ yang digerakkan oleh ruh (soul), bukan pula unsur yang menggerakkan organ-organ itu, jelaslah bahwa daya organ-organ bukanlah yang pertama ditemukan melainkan dimaujudkan oleh unsur akal yang menyebabkannya maujud dalam imajinasi, dan baru kemudian organ-organ tersebut menyebabkan terbuatnya obyek-obyek itu melalui kemauan.

Unsur imajinatif mengupayakan bantuan persepsi-rasa pada saat menemukan obyek itu untuk menyodorkannya kepada unsur yang telah menggerakkan organ-organ tersebut,d an untuk memampukan akal membandingkan dan melihat apakah obyek yang terbayangkan itu milik persepsi-rasa atau unsur imajinatif.


Akal memiliki dua fungsi:


(1) memberikan imaji obyek yang akan diciptakan kepada unsur imajinasi, dan
(2) memiliki obyek yang dibuat di luar ruh (soul) dengan menggerakkan organ-organ tubuh.


Menurut ibn Bajjah, akal manusia setapak demi setapak mendekati akal pertama dengan:

(1) meraih pengetahuan yang didasarkan pada bukti, yang dalam hal itu akal paling tinggi direalisasikan sebagai bentuk dan
(2) memperoleh pengetahuan tanpa mempelajarinya atau berusaha meraihnya. Metode kedua ini adalah metode orang-orang Sufi, khususnya Metode al-Ghazali, metode ini memapukan orang memperoleh pengetahuan tentang Tuhan.

Dari sini jelaslah bahwa meskipun ibn Bajjah telah menekankan metode spekulatif, namun dia tidak mengecam metode mistis, sebagaimana beberapa orang Eropa berusaha membuat kita percaya.

No comments