Filsafat Muslim : ibn-Bajjah



Ibnu Bajjah

Abu Bakr Muhammad ibn Yahya al-Sha’igh, yang dikenal sebaga ibn Bajjah atau Avempace (meninggal tahun 533 H/1138 M), berasal dari keluarga al-Tujib. Karenanya ia juga dikenal sebagai al-Tujibi. Ibn Bajjah lahir di Saragossa menjelang akhir abad ke. 5H/11 M, dan besar di sana.

Kami tidak mendapatkan petunjuk mengenai kehidupan masa mudanya, pun kami tidak bisa mengira-ngira siapa saja guru-gurunya yang membimbingnya menyelesaikan pelajarannya. Tapi cukuplah kalau dikatakan bahwa dia merampungkan jenjang akademisnya di Saragossa, sebab ketika dia pergi ke Granada dia telah menjadi seorang sarjana bahasa dan sastra Arab yang ulung serta menguasai dua belas macam ilmu pengetahuan.

Hal ini dibuktikan dengan adanya peristiwa yang terjadi di Masjid Granada sebagaimana dicatat oleh al-Suyuti:

“Suatu hari ibn Bajjah memasuki masjid (jami’ah) Granada. Dia melihat seorang ahli tatabahasa sedang memberikan pelajaran tatabahasa kepada para murid yang duduk mengelilinginya. Melihat seorang asing begitu dekat dengan mereka, para murid-murid itu menyapa ibn Bajjah dengan sedikit mengejek

“Apa yang diajarkan oleh ahli hukum itu? Ilmu apa yang dia kuasai dan bagaimana pandangannya?”


“Coba lihat, sahut ibn Bajjah, “Aku membawa uang dua belas ribu dinar di bawah ketiakku.” Sambil berkata begitu dia memperlihatkan dua belas butiran mutiara yang sangat indah, yang masing-masing berharga seribu dinar.

“Dan,’ lanjut ibn Bajjah, ‘aku telah mengumpulkan pengalaman dalam dua belas ilmu pengetahuan, terutama dalam ilmu ‘Arabiyyah yang sedang kalian bahas ini. Aku rasa kalian termasuk dalam kelompok ini.’ Dia kemudian menyebutkan aliran mereka. Para murid muda itu mengutarakan keheranan mereka dan memohon maaf kepadanya.”

Para ahli sejarah sama memandangnya sebagai orang yang berpengetahuan luas dan mahir dalam berbagai ilmu. Fath ibn Khaqan, yang telah menuduhn ibn Bajjah sebagai ahli bid’ah dan mengecamnya dengan pedas dalam karyanya Qala’id al-‘Iqyan, pun mengakui keluasan pengetahuannya dan tidak meragukan keamat pintarannya. Karena menguasai sastra, tatabahasa dan filsafat kuno, oleh tokoh-tokoh sejamannya dia telah disejajarkan dengan al-Syaikh al-Rais ibn Sina.

Lantaran ketenarannya yang makin menanjak, abuk Bakr Sahrawi, Gubernur Saragosa, mengangkatnya sebagai pejabat tinggi dalam pemerintahannya. Tapi ketika Saragosa jatuh ke tangan Alfonso I, Raja Arogan, pada tahun 512 H/1118 M, ibn Bajjah sudah meninggalkan kota itu dan tiba di Seville lewat Valencia, tinggal di sana dan menjadi Tabib. Kemudian dia pergi ke Granada, di sana terjadi peristiwa di atas. Lalu dia pergi ke Afrika barat laut.

Setibanya di Syatibah, ibn Bajjah dipenjarakan oleh Amir Abu Ishaq Ibrahim ibn Yusuf ibn Tasyifin, sangat boleh jadi karena dituduh sebagai ahli bid’ah. Tapi menurut Renan, dia dibebaskan, barangkali atas anjuran muridnya sendiri, bapak filosof Spanyol termasyhur Ibn Rusyd.

Kemudian, setibanya di Fez, ibn Bajjah memasuki istana Gubernur abu Bakr Yahya ibn Yusuf ibn Tasyifin, dan menjadi pejabat tinggi berkat kemampuan dan pengetahuannya yang langka. Dia memegang jabatan tinggi itu selama dua pulun tahun.

Ini adalah masa yang penuh kesulitan dan kekacauan dalam sejarah Spanyol dan Afrika barat laut. Para Gubernur kota dan daerah menyatakan kemerdekaan mereka. Pelanggaran hukum dan kekacauan melanda seluruh negeri. Mereka yang bermusuhan saling menuduh sebagai beruat bid’ah demi meraih keunggulan dan simpati rakyat. Musuh-musuh ibn Bajjah sudah mencapnya sebagai ahli bid’ah dan beberapa kali berusaha membunuhnya.

Tapi semua usaha mereka ternyata gagal. Tapi ibn Zuhr, seorang dokter termsyhur pada masa itu, behasil membunuhnya dengan racun pada bulan Ramadhan tahun 533 H/1138 M di Fez, tempat dia dikubur di samping ibn al-Arabi muda.



Tokoh-Tokoh Sejamannya


Untuk mengemukakan para ahli pikir yagn sejaman dengan ibn Bajjah, kami hanya mendapatkan sumber keterangan yang kuat dari muridnya sendiri, ibn Imam, dan lewat dia kami memperoleh bahan-bahan mengani tulisan-tulisannya.

Al-Wazir abu al-Hasan Ali ibn Abd al-Azis ibn al-Imam, seorang murid setia ibn Bajjah, meletarikan tulisan-tulisan tokoh itu dalam suatu antalogi (bunga rampai), yang di situ dia memberikan kata pendahuluannya, kemantengan ibn Bajjah dengan muridnya ini, seorang pejabat tinggi, tampak jelas sekali dari mukadimah surat-suratnya yang ditujukannya kepadanya, yang kini terdapat pada bungai rampai tersehut yang disimpan di Bodleian Library, Oxford.

Dalam kata pendahuluan bunga rampai itu, ibn Imam mengatakan:

"........................ buku-buku filsafat banyak beredar di kota-kota di Spanyol pada masa pemerintahan al_Hakam II (350 H/ 961 M – 366 H / 976 M, yang telah mendatangkan karya-karya langka yang digubah di Timur dan membuat penjelasan-penjelasan karya – karya itu. Dia (ibn Bajjah) membuat catatan-catatan sendiri atas buku-buku kuno ini serta yang lain-lainnya, dan meneliti karya-karya tersebut.

Caranya tidak diketahui oleh peneliti mana pun sebelum dia (ibn Bajjah). Dan tidak ada sesuatu pun, kecuali kesalahan dan perubahan, dicatat olehnya menyangkut ilmu-ilmu kuno. Sejumlah kesalahan, misalnya, dibuat oleh ibn Hazm, yang merupakan salah seorang peneliti paling masyhur pada jamannya, sementara sebagian besar mereka bahkan tidak berusaha mencatat pemikiran-pemikiran mereka.

Ibn Bajjah lebih unggul dari ibn Hazm dalam hal meneliti, dan lebih tajam dalam hal membuat perbedaan-perbedaan. Cara-cara penelitian dalam ilmu-ilmu itu hanya diketahui oleh sarjana ini (ibn Bajjah) dan Malik ibn Wuhaib dari Sevile, keduanya hidup sejaman. Tapi tidak ada sesuatu pun yang dicatat oleh Malik kecuali sebuah risalah pendek mengenai prinsip-prinsip logika.

Kemudian dia tidak lagi meneliti ilmu-ilmu ini dan membicarakan ilmu-ilmu tersebut secara terbuka, dikarenakan oleh usaha-usahanya untuk membahas ilmu-ilmu filsafat dan menguasai subyek-subyek ilmiah. Dia berpaling kepada ilmu-ilmu keagamaan dan menjadi salah seorang tokoh dalam biang itu tapi cahaya ilmu filsafat tidak menyinari benaknya, pun dia tidak mencatat sesuatu dalam bidang itu bagi penerusnya sepeninggalnya.

Sedangkan mengenai abu Bakr (Semoga Allah mengasihinya), keunggulan wataknya mendorongnya untuk tidak berhenti meneliti, menrik kesimpulan dan membaca semuanya, yang meninggalkan kesan nyata dalam benaknya, pada berbagai kesempatan ketika keadaan sedang berubah-ubah dan jamannya.”

Kata-kata ibn al-Imam secara jelas sekali memperlihatkan penghargaannya keapda Malik yang hidup sejaman dengan ibn Bajjah, dan pendahulu-pendahulunya seperti ibn Hazm. Pujian ibn al-Imam terhadap gurunya ternyata sama dengan pujian sejumlah ahli sejarah terhadap orang yang sama.

Ibn Tufail, pengarang termasyhur roman filosofis terkemuka, Hayy ibn Yaqzan dan seorang tokoh lebih muda yagn hidup sejamannya dengan ibn Bajjah, menyebut ibn Bajjah secara khusus dalam karya romannya yang abadi itu dan melukiskannya sebagai berikut:

“Tapi tak seorang pun dari mereka yang memiliki pikiran yang lebih tajam, pandangan yang lebih akurat atau wawasan yang lebih luas selaibn abu Bakr ibn al-Sha’igh.”

Tokoh lain yang hidup sejaman dengan ibn Bajjah adalah al-Amir al-Muqtadir ibn Hud, yang memerintah Saragossa (438 H/1046 M – 474 H/1081 M).

Dia disebut oleh al-Syaqandi, yang menujukan kata-katanya kepada orang-orang Afrika, sebagai berikut:

“Apakah kalian memiliki seorang raja yang ahli dalam bidang matematika dan filsafat seperti al-Muqtadir ibn Hud, penguasa Saragossa?”

Putranya al-Mu’tamin (meninggal tahun 474 H/1085 M) adalah seoerang pendukung ilmu-ilmu rasional.


Karya-Karyanya


Di bawah ni kami berikan daftar karya-karya ibn Bajjah:

1. The Bodleian MS, Arabic Pocoke, No. 206, berisi 222 (folio. Ditulis pada bulan Rabi’ul Tsani 547 H/1152 M di Qus. MS. Ini kekurangan risalah-risalah mengenai ilmu pengobatan, dan Risalah al-Wada’.

2. The Berlin MS. No. 5060 (lihat Ahlwardt : Catalogue), hilang pada masa perang dunia II.

3. The Wscurila MS. No. 612. Hanya berisi risalah-risalah yagn ditulis oleh ibn Bajjah sebagai penjelasan atas risalah-risalah al-Farabi dalam amsalah logika. Karya itu ditulis pada tahun 667 H/1307 M. Di Seville.

4. The Khediviah MS. Akhlaq No. 290. Telah diterbitkan oleh Dr. Omar Farrukh dalam bukunya Ibn Bajjah wal-Falsafah al-Maghribiyyah. Sebagai perbandignan dapat dikatakan bahwa buku itu merupakan ringkasan dari Tadbir al-Mutawahhid – dalam arti bahwa buku itu membuang sebagian besar teks aslinya, tapi tetap mempertahankan kata-kata pengarangnya sendiri.

5. Brockelmann menyatakan bahwa The Berlin Library memiliki sebuah syair pujian karya ibn Bajjah berjudul Tardiyyah.

6. karya-karya yang disunting oleh Asin Palacios dengan terjemahan bahasa Spanyol dan catatan-catatan yang diperlukan:

(i) Kitab al-Nabat al-Andalus, jilid V 1940. (ii) Risalah Ittisal al-‘Aql bi al-Insan, al-Andalus, jilid VII, 1942. (iii) Risalah al-Wada al-Andalus, jilid VIII, 1943. (iv) Tadbir al-Mutawahhid berjudul Wl Regimen Del Solitario, 1946.

7. karya-karya yang disunting oleh Dr. M. Shaghir Hasan al-Ma’sumi:

(i) Kitab al-Nafs dengan catatan dan pendahuluan dalam bahasa Arab, Majallah al-Majma al ‘Ilm al-‘Arabi, Damaskus, 1958 (ii) Risalah al-Ghayyah al-Insaniyyah berjudul Ibn Bajjah on Human End, dengan terjemahan bahasa Ingris, Journal of Asiatic Society of Pakistan, jilid II, 1957.


Filsafatnya

Ibn Bajjah ahli baik dala teori maupun praktek ilmu-ilmu matematika, terutama astronomi dan musik, mahir dalam ilmu pengobatan dan tekun dalam studi-studi spekulatif seperti logika, fislafat alam dan metafisika.

Dalam pandangan de Boer, dian benar-benar sesuai dengan al-Farabi dalam tulisan-tulisannya mengenai logika dans ecara umum setuju dengannya bahkan dengan doktrin-doktrin fisika dan metafisikanya. Mari kita telaah sejauh mana kebenaran pernyataan ini dengan petunjuk tulisan-tulisan ibn Bajjah yang sampai kepada kita.

Ibn Bajjah, tak pelak lagi, menyandarkan filsfat dan logikanya pada karya-karya al-Farabi, tapi jelas bahwa dia telah memberikan sejumlah besar tambahan dalam karya-karya itu. Dan lagi, dia telah menggunakan metode penelitian filsafat yang benar-benar lain. Tidak seperti al-Farabi, dia berusaha dengan segala masalah hanya berdasarkan nalar semata. Dia mengagumi filsfat Aristoteles, yang di atasnya dia membangun sistemnya sendiri.

Tapi, dia berkata, untuk memahami metode apekulatif Aristoteles adalah penting untuk memahami lebih dulu filsfat secara benar. Itulah sebabnya ibn Bajjah menulis uraian-uraian sendiri atas karya-karya Aristoteles. Uraian-uraian ini merupakan bukti yang jelas bahwa dia mempelajari teks-teks karya Aristoteles dengan sangat teliti.

Seperti juga dalam filsafat, Aristoteles, ibn Bajjah mendasarkan metafisika dan psikologinya pada fisika, dan itulah sebabnya mengapa tulisan-tulisannya penuh dengan wacana-wacana megnenai fisika.

Gambar : Link

No comments