Filsafat Muslim : Filsafat Alami Al Kindi (185 H/801M – 260 H/873 M)

Filsafat Al Kindi


Menurut al-Kindi, fislafat hendaknya diterima sebagai bagian dari kebudayaan Islam. Berdasarkan ini, para sejarawan Arab awal menyebutnya “Filosof Arab”. Memang, gagasannya itu berasal dari Aristotelianisme Neo-Platonis, namun juga benar bahwa ia meletakkan gagasan-gagasan itu dalam konteks baru. Dengan mendamaikan warisan-warisan Hellenistis dengan Islam, ia meletakkan asas-asas sebuah filsfat baru.

Sungguh, pandangan ini, untuk jangka lama, menjadi ciri utama filsfaat ini. Kemudian, al-Kindi, yang mengkhususkan diri dalam semua ilmu pengetahuan yang dikenal pada masanya – tentangnya, tulisan-tulisannya memberikan cukup bukti – menjadikan filsafat sebagai suatu studi menyeluruh yang mencakup seluruh ilmu. Al-Farabi, Ibn Sina, Ibn Rusyd mulanya ilmuwan, kemudian menjadi filosof. Karena itu, al-Nadim menempatkan al-Kindi dalam kelompok Filosof Alami.

Berikut ini, gambaran penuhnya tentang Al-Kindi:


“Al-Kindi adalah manusia terbaik pada masanya, unik pengetahuannya tentang seluruh ilmu pengetahuan kuno. Ia disebut filosof Arab. Buku-bukunya mengandung aneka ilmu pengetahuan, seperti logika, filsafat, geometri, ilmu hitung, astronomi dan sebagainya. Kami menyebutnya filosof alam, karena ia menonjol dalam ilmu pengetahuan.”

Filsafat merupakan pengetahuan tentang kebenaran. Filosof Muslim, sebagaimana filosof Yunani, percaya bahwa kebenaran jauh berada di atas pengalaman bahwa kebenaran itu abadi di alam.

Baca : Kisah Karya Al Kindi

Batasan fislafat, dalam risalah Al-Kindi tentang Filasafat Awal, berbunyi demikian:

“Filsafat adalah pengetahuan tentang hakikat segala sesuatu dalam batas-batas kemampuan manusia, karena tujuan para filosof dalam berteori adalah mencapai kebenaran, dan dalam berpraktek, ialah menyesuaikan dengan kebenaran.”

Pada akhir risalahnya, ia menyifati Allah dengan istilah “Kebenaran”, yang merupakan tujuan filsafat. “Maka Satu Yang Benar (al-Wahid al-Haqq) adalah Yang pertama, Sang Pencipta, Sang Pemberi Rizki semua ciptaan-Nya ........” Pandangan ini berasal dari filsafat Aritoteles, tetapi “Penggerak Tak Tergerakkan’ (Unmovable Mover)-nya Aristoteles diganti dengan sang “Pencipta”. Perbedaan ini menjadi inti sistem filsafat al-Kindi.

Filsfat dibagi menjadi dua bagian utama: studi-studi teoritis, yakni fisika, matematika, dan metafisika, dan studi-studi praktis, yaitu etika, ekonomi dan politik.

Seorang penulis terkemuan, sembari mengutip al-Kindi, mengklasifikasikannya sebagai berikut:

“Teori dan praktek merupakan awal kebajikan. Masing-masing dibagi menjadi fisika, matematika, dan teologi. Praktek-praktek dibagi menjadi bimbingan diri, keluarga dan masyarakat.”

Ibn Nabatah, yang juga mengutip al-Kindi, hanya menyebutkan bagian-bagian teoritisnya/ “Ilmu-ilmu filsafat terdiri atas tiga hal, pertama, pengajaran (‘ta'lim), yaitu matematika, yang bersifat mengantar kedua, ilmu alam, yang bersifat terakhir, dan ketiga, ilmu agama yang bersifat paling tinggi.”

Pengutamaan matematikan berasal dari Aristoteles, tetapi urutan terakhir dari tiga ilmu pengetahuan, yang dimulai dengan fisika, datang dari penganut filsfat Aristoteles terkemudian. Kemungkinan besar al-Kindi mengikuti ptolomeus, yang membagi ilmu pengetahuan di awal Almagest. Sejak masa itu, matematika dikenal oleh orang-orang Arab sebagai “kajian pertama”.

Batasan filsafat dan pebagiannya, dalam filsafat Muslim, sebagaimana disebutkan di atas, masih bersifat tradisional. Sebagaimana dikatakan oleh Musthafa Abd al-Raziq:

“Sikap memahami makna filsafat dan pembagiannya, berdasarkan materi pokok ini, memajukan filsafat Muslim.”

Filsafat pertama atau fisika merupakan pengetahuan tentang Sebab Pertama, karena seluruh filsafat lainnya tercakup dalam pengetahuan ini.

Metode yang dianut dalam mengkaji fisika awal ialah penggunaan logika. Sejak kini logika menjadi alat para filosof dalam upaya mencari kebenaran. Nilai al-Kindi sebagai filosof, dalam masa-masa dahulu, diperdebatkan, karena kurangnya teori logika dalam sistemnya.

Said al-Andalusi berkata “Al-Kindi meulis banyak buku tentang logika, yang tidak pernah menjadi populer, tak pernah dibaca atau digunakan orang dalam ilmu pengetahuan, karena buku-buku ini hampa, seni analisis yang merupakan satu-satunya cara untuk membedakan antara yang benar dan yang salah dalam setiap pengkajian.

Menurut Ya’kub, dalam tulisan-tulisannya,seni sintensis tak dapat memberikan manfaat, selama tak mempunyai premis-premis yang pasti, yang dari premis-premis itu, dapat dibuat sintesis.” Sukar bagi kita memberikan pendapat yang pasti tentang penilaian ini, sebelum risalah-risalahnya tentang logika ditemukan.

Tetapi kenyataan bahwa al-Farabi disebut sebagai “Bapak Kedua”, lantaran upayanya memperkenalkan logika sebagai metode berpikir dalam fislafat Muslim, tampak memperkuat penilaian Said di atas.

... ... ...

Buku : History Of Muslim Philosphy
Suntingan : M.M Syarif M.A
Penerbit : Mizan
Tahun : Cetakan Ke VII 1994

No comments