Filsafat Muslim : Filsafat - filsafat Maskawaih bagian 2



3. Pengorbanan Ruhani

Dua bab terakhir dari Tahdzib al-Akhlaq memuat apa yang disebut pengobatan ruhani, sebuah kalimat yang kita temukan pertama kali dalam buku terkenal Muhammad ibn Zakaria al-Razi Al-Tibb al-Ruhani, Miskawaih menggunakan ungkapan Tibb al-Nufus (hal. 205), tetapi kesamaan dalam perlakuan secara umum terhadap masalah itu mencolok.

Hal ini menjukkan bahwa tak diragukan lagi bahwa Miskawaih mengenal tulisan-tiulisan al-Razi meskipun ia tidak menyebut namanya. Keduanya dibuka dengan mengatakan bahwa penguasaan nafsu merupakan dasar hakiki kesehatan ruhani. Keduanya mengutip karya Galen tentang Cacat Diri. (Karya ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh Thuma dan diperbaiki oleh Hunain).

Sementara al-Razi merasa puas dengan apa yang dikatakan oleh Galen. Miskawaih mengatakan bahwa tak seorang sahabat pun dapat menemukan kekurangan Anda, bila demikian maka seorang musuh lebih baik dan berguna dariapda seorang teman dalam hal ini (Hal. 200). Karena ia lebih peka akan kejelekan-kejelakan Anda dan tidak ragu-ragu mengatakannya kepada Anda. Berkenaan dengan ini, Miskawaih menganjurkan mempelajari tulisan lain Galen, Orang baik Mendapatkan Manfaat dari Musuh-Musuhnya” yang memuat masalah ini yang juga disebut oleh al-Razi.

Baca Juga : Filsafat Maskawaih bagian pertama

Kemudian ia mengutip al-Kindi yang mengatakan bahwa orang yang mencari kebajikan mesti menyadari bahwa gambaran-gambaran kenalan-kenalan merupakan cermin kejahatan-kejahatan yang timbul dari kepedihan dan hawa nafsu.

Akhirnya, Miskawaih membahas penyembuhan penyakit jiwa. Ia menyebutkan penyakit-penyakit yang paling penting, marah, bangga diri, suka bertengkar, khianat, penakut, sombong, takut dan susah – dan dikaitkan dengan cara-cara penyembuhannya.

Beberapa bab yang ditulisnya sesuai dengan beberapa bab yang ditulis oleh al-Razi dan Tibb, terutama yang berkaitan dengan bangga diri, susah dan takut mati. Ia juga menulis kembali beberapa halaman dari uraian al-Kindi, tentang Menolak Kesedihan (hal. 256).

Mengapa Miskawaih tidak menyebut Muhammad ibn Zakaria al-Razi? Hal itu disebabkan oleh kesimpulan-kesimpulan dan metode-metode penyembuhan al-Razi yang sangat berbeda dengannya. Al-Razi, orangnya berani, rasionalis dan sukar dipahami, sedang al-Kindi lunak, taat dan lebih dapat diterima.

Telah kami paparkan segala yang telah mempengaruhi Miskawaih, yaitu orang-orang Yunani, tetapi tidak dapat kita lupakan bahwa kebudayaan Islam juga mempunyai pengaruh penting baginya.

Dalam memperkuat pendapat-pendapat yang dikemukakannya, ia sering mengutip ayat-ayat al-Quran, hadis Nabi, ucapan-ucapan ibn Abi Thalib dan al-Hasan al-Bashri, di samping puisi-puisi Arab.



4. Filsafat Sejarah

Pada dasarnya Miskawaih adalah seorang ahli sejarah dan moralis. Etika yang disusunnya bersifat genentik (yaitu didasarkan pada tempat dan posisi manusia di dalam evolusi kosmik), agamis dan praktis. Bahkan ia merasa perlu memperbarui moral diri sebelum menulis Tahdzib al-Akhlaq.

Mengenai sejarah, pandangan-pandangannya, bersifat filosofis, ilmiah dan kritis. Ia menggariskan fungsi sejarah dan tugas-tugas ahli sejarah sebagai berikut:
Sejarah bukanlah cerita hiburan tentang diri para raja, tetapi suatu pencerminan struktur politik ekonomi masyarakat pada masa-masa tertentu. Ia merupakan rekaman naik turunnya peradaban bangsa-bangsa dan negara-negara.

Untuk itu, ahli sejarah harus menjaga diri terhadap kecenderungan umum mencapuradukkan kenyataan dan rekaan atau kejadian-kejadian palsu. Ia bukan saja harus faktual, tetapi juga harus kritis dalam mengumpulkan data.

Terlebih, ia mesti tidak hanya mengisi sejarahnya dengan gambaran-gambaran tentang kenyataan, tetapi juga pandangan - pandangan filosofis, menafsirkannya dalam lingkup kepentingan manusiawi dan akibat-akibat yang terjadi. Sebagaimana di dalam alam, di dalam sejarah pun tidak ada tempat bagi kebetulan.

Karena itu, sejarah bukanlah kumpulan kenyataan terpisah dan statis, tetapi merupakan proses kreatif dinamis harapan-harapan dan aspirasi-aspirasi manusia. Ia adalah organisme yang hidup dan tumbuh, yang strukturnya ditentukan oleh cita-cita dasar serta cita-cita kebangsaan dan negara. Ia tidak hanya mengumpulkan kenyataan-kenyataan yang telah lalu menjadi suatu kesatuan organik, tetapi juga menentukan bentuk sesuatu yang akan datang.

Karyanya yang sangat berguna dan monumental adalah Tajarib al-Umam (Pengalaman Bangsa-bangsa) yang tujuan dan metodenya sangat sugestif, dan menurut Leon Caetani, sangat dekat dengan prinsip-prinsip yang dianut oleh ahli-ahli sejarah Barat dan ahli-ahli sejarah modern.

... ... ... ... ... ... ...

Buku : History Of Muslim Philosphy
Suntingan : M.M Syarif M.A
Penerbit : Mizan
Tahun : Cetakan Ke VII 1994

No comments